Sunday, February 17, 2019

Perdebatan Sudah Dimulai

https://bit.ly/2Gv3okk



Hari yang kutunggu dan tak kuharapkan sudah terjadi
Tak lama lagi kedua kutub berseberangan itu akan saling adu misi dan visi
Aku berusaha mengencangkan volume lagu pengiring hari
Tapi adzan berkumandang jadi terpaksa volume harus mati
Nanti setelah ini kupilih lagi lagu-lagu pengacak konsentrasi
Agar aku tak terpaku mendengarkan televisi tua yang diisi siaran TVRI
Aku ingat betapa diriku berusaha menghindari peduli pada perdebatan atau dialog tentang dua kubu itu
Tapi tak bisa kubohongi diriku yang selalu membaca linimasa Instagram tentang mereka yang berseteru
Tidak, Instagram tak bohong, apa yang sering kulihat akan sering dimunculkannya tak malu-malu
Dan aku tak henti-hentinya berusaha abai tapi juga ingin tahu
Aku sudha menetapkan pilihanku untuk sibuk dengan urusan persalinanku
Paling tidak aku bisa santai tak merasa bersalah pada nuraniku atau orang-orang di sekitarku
Karena aku, dengan izin-Nya akan melahirkan generasi penerus bangsaku
Biarkan nanti aku sibuk menepuk dan menyusui jabang bayiku
Kuserahkan urusan pemenang jadi pemimpin negara padamu
Nanti tunggu saja apa komentarku
Semoga aku tak seculas itu mengulas pedas mengomentari dengan tak bermutu
Jika yang menang bukan yang kudukung diam-dam dalam hatiku



Rezekiku Tak Semata Pundi Uangku


sumber gambar: https://bit.ly/2IwP6S7


Semua pasti sudah tahu apa itu rezeki, atau ada yang belum tahu? Saya pernah nonton video singkat motivator kondang Merry Riana yang menegaskan bahwa rezeki tidak sama dengan gaji atau uang yang kita dapatkan. Rezeki bukan semata materi tapi rezeki adalah segala kenikmatan yang kita dapatkan yang bisa berwujud macam-macam.

Kesehatan misalnya, itu rezeki. Bayangkan jika Sahabat sakit, maka Sahabat terpaksa mengeluarkan uang bukan? Berkurang uang dan berkurang kenikmatan hidup. Maka kesehatan adalah sebuah rezeki. Begitu juga dengan anak, pasti semua pernah mendengar ungkapan anak adalah rezeki, tapi toh sesering apapun kalimatg itu digaungkan banyak pula jumlah mereka yang menyia-nyiakan anak dan menganggapnya sebagai beban. Kekerasan pada anak apalagi dilakukan oleh orang tua sendiri, bukankah berarti sudah mengabaikan rezeki?

Kali ini saya tak membahas panjang lebar tentang seluk beluk rezeki, cara mendapatkan rezeki dan lain sebagainya tentang menambah rezeki. Saya hanya ingin bercerita tentang rezeki dalam kaca mata saya. Sebagai orang dengan kepribadian INFP yang salah satu cirinya adalah idealis, maka saya pun berpedoman pada idealisme saya sendiri. Saya percaya bahwa berpikir positif akan menghasilkan hal yang positif dan banyak bersyukur akan mendatangkan rezeki. Sebaliknya, membayangkan hal buruk akan menghasilkan hal buruk dan menggerutu tak akan membawa kebahagiaan. Saya tak butuh penjelasan logis untuk hal ini, saya percaya dan itu memang terjadi. Maaf ya, ini memang ciri INFP J

Kembali ke masalah rezeki, bagi saya apapun itu jika membuat hidup saya lebih mudah dan senang ya itu rezeki. Baru saja tetangga mengetuk pintu dan sekotak nasi kuning saya dapatkan, rezeki buat saya. Mandi dengan air mengalir kencang, ah ini juga rezeki karena di rumah kontrakan terdahulu air mengalir tak sekencang sekarang dan kualitas airnya pun buruk. Seminggu ditinggal suami yang sakit tentu bukan hal yang mengenakkan, tapi Alhamdulillah ada rezeki untuk tetap belanja apa yang saya inginkan walaupun suami tak sempat meninggalkan uang belanja dan saya maklum karena keadaannya yang sakit. Dalam kesunyian rumah yang diisi saya dan bapak saya yang stroke pun masih ada rezeki dapat hiburan tendangan dari janin yang saya kandung. Si jabang bayi adalah rezeki yang luar biasa, saya dapatkan cepat tanpa menunggu lama. Nah jika mengingat hal-hal seperti ini apa masih boleh saya mengeluh tentang ini dan itu? Jumlah rezeki yang saya dapatkan jauh lebih besar daripada kesulitan hidup saya.

Adabanyak hal yang bisa saya tuliskan dan mungkin tak cukup waktu sehari untuk menuliskannya tetapi saya ingin menyampaikan bahwa bisa menuliskan postingan ini pun sebuah rezeki. Tanpa kemampuan menulis, tanpa punya laptop, tanpa punya ponsel, tanpa ada listrik, tanpa ada indera penglihatan, tanpa ada akal, tanpa ada nyawa mana mungkin saya bisa menuliskannya? Maka saya sangat bersyukur pada Allah yang sudah memberikan limpahan rezekinya. Sekali lagi, rezeki bukan melulu uang, sering kali ia tak bisa dinominalkan. Tak ternilai.

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...