sumber: https://bit.ly/2HlkYEd |
Banyak orang bilang kita tidak akan
bisa benar-benar menyadari pentingnya seseorang sebelum dia pergi meninggalkan
kita. Saya jadi teringat postingan-postingan remaja masa kini yang sering
menukil kalimat tersebut di media sosial. Ada benarnya, paling tidak bagi saya
yang mengingat kembali pentingnya kehadiran ibu dalam hidup saya. Berkat beliau
banyak pelajaran yang saya dapat, tentang kehidupan dan berinteraksiyang baik
dengan orang-orang dalam kehidupan ini.
Setelah hampir 10 tahun ditinggal
Ibu menghadap Sang Khalik, pelan-pelan memori masa lalu terbongkar. Seperti
lembaran-lembaran naskah cerita yang tercerai berai, otak saya merapikan dan
menyusun dengan urutan yang saya tidak sadari betul susunannya. Teringat saja
semua kejadian masa lalu, justru kejadian-kejadian lebih 20 tahun yang lalu
yang paling membekas. Pada akhirnya lembaran cerita bernama kejadian penuh
makna itu memberikan saya pesan, pelajaran, dan pengingat bagi saya saat ini
dan untuk kehidupan saya sebagai calon ibu nantinya.
Salah satu pelajaran berharga yang
paling saya ingat adalah tentang bebruat adil.
Lembaran memori itu menorehkan banyak gambar masa lalu tentang usaha ibu
berbuat adil untuk saya dan kakak saya. Saya menyadari betul betapa berbuat
adil adalah salah satu hal yang sulit dilakukan. Buat saya definisi kata adil itu tidak berat
sebelah, tidak memihak dan menguntungkan salah satu pihak saja.
Ibu saya, melahirkan anak pertama, kakak saya dan
kemudian disusul dengan kelahiran saya 4 tahun kemudian. Ibu bercerita sengaja
memberikan jarak kelahiran agar tidak kerepotan mengurus kami berdua. Seperti
ibu bekerja lainnya, ibu jumpalitan mengurus kami yang masih kecil. Saya tidak
pernah menanyakan kenapa ada jarak usia antara saya dan kakak sampai 4 tahun,
saya rasa harapan Ibu adalah agar kakak lebih mudah menerima kehadiran saya di
keluarga, di usia manjanya Toh ternyata banyak masalah dan cerita seru yang
didapatkan ibu ketika membesarkan kami berdua, khususnya bagaimana beliau berbuat
adil bagi kami, putri-putri kecilnya.
Ibu saya pasti mengalami tantangan yang
sama ketika saya dilahirkan dan melengkapi keluarga kami, dari yang awalnya 3
orang menjadi 4 orang. Saya anak
terakhir di keluarga. Ibu sering sedih dan marah ketika kami berebut barang, saling
iri, dan saling mencari perhatian. Sekarang ketika saya dewasa, saya menyadari
bahwa ini tantangan lumrah atau bahkan takkan alpa dari kehidupan ibu berputra
lebih dair satu. Yang bungsu butuh perhatian karena usianya lebih muda, menuntut
pehatian lebih entah karena memang belum mampu melakukan segalanya sendiri atau
memang sedang ingin manja-manjanya. Sementara, seringkali, sulung mengeluh atau
merasa terpinggirkan. Bisa jadi dia berpikir sudah ada di rumah lebih lama daripada
adiknya, tetapi harus mengalah dan menghadapi segalanya dengan “kedewasaannya” atas
dasar usia yang lebih tua.
“Mbak kan sudah besar, ngalah dong
sama adik. “ “Ngalah dong mbak, adiknya diberi dong.”
Atau…
“Ayo mbak, dibagi dengan adiknya.
Tidak boleh pelit, harus sayang saudara.” Begitu kata ibu. Hebatnya, kakak
memahami kata abstrak “mengalah” dengan memberikan barangnya pada saya. Hebat
sekali!
Dari banyak complain seperti
“Mama ga adil!” dan “Ma….mbak lo gam au bagi. “ serta ,”Ma, kenapa sih adik kok
dapat lagi, kan adik ga perlu, mama pilih kasih.” Akhirnya ada hal-hal yang
saya teladani dari Ibu tentang bersikap adil versi beliau.
Adik Masuk
Keranjang Sampah
Kecemburuan kakaksaat itu jika
dikenang membuat saya tertawa. Ketika
saya masih bayi, Ibu punya cerita lucunya. Beliau bercerita kakak cemburu pada
saya. Kakak berkata tidak suka ada adik kecil. Karena menurutnya ibu jadi capek
dan tidak lagi mau bermain dengannya, kakak saya merasa terpinggirkan. Ibu bercerita
di saat seperti itu ibu berusaha memberikan waktu, dan mengatakan keadaan yang
sebenarnya, bahwa ada adik kecil yang harus disayangi, ada adik kecil yang
butuh perhatian lebih karena belum bisa makan, minum sendiri.
Suatu saat kakak berkata, “ Ma, adik
dibuang aja ke keranjang sampah, ya Ma?” Polos dan spontan. Terucap semata-mata karena
cemburu melihat ibu yang jadi repot mengurus saya yang masih bayi. Ketika saya SD
ibu menceritakan cerita ini dengan
candaan, dengan pesan bahwa itu semua karena kecemburuan wajar seorang kakak
pada adik barunya. Sedikitpun saya tidak pernah mendendam atau marah pada kakak
saya saat itu. Apalagi ibu menceritakan kejadian lain yang membuat saya
menyayangi kakak saya.
Ibu terus bercerita sambil
menasihati, pentingnya tetap rukun dan wajar adanya anak kecil merajuk seperti
yang kakak saya lakukan. Begini cerita ibu, tidak lama setelah insiden keranjang
sampah, ada cerita lucu yang membuat saya trenyuh. Nenek sedang membuat nasi
goeng agak pedas, tambahannya tempe goreng. Kakak saya mengudap tempe gorengnya.
Tanpa diketahui Ibu, kakak menyuapi saya yang masih bayi secuil tempe goreng.
Niatnya berbagi, karena ia tau harus sayang pada saudara. Ibu melihat wajah saya
merah padam sambil mulut kunyah kunyah tak jelas arah. Ibu merogoh mulut saya
dan menemukan tempe. “Adik maem tempe ma.” Kata kakak saya. Alih-alih marah ibu
menjelaskan bahwa saya terlalu kecil untuk makan tempe goreng. Ibu tahu kakak
sudah tidak cemburu pada saya tetapi kakak ingin menunjukkan ia cinta adiknya
dengan berbagi tempe gorengnya. Kakak ternyata sudah tahu arti berbagi dan
tidak lagi cemburu pada kehadian saya. Ia memahami perannya sebagai kakak dan
ia berhasil mengindahkan pesan ibu saya, untuk sayang pada saudara dan ibu
tidak pilih kasih.
Pita Rambut
Saya dan kakak menyukai hal yang
sama kala itu. Rok mekar, pita rambut warna
warni, sepatu mengkilat berpita, sandal bergambar putri duyung, tas sekolah
begambar karakter kartun, dan banyak barang lainnya. Ternyata ada tantangan
lagi berkaitan dengan urusan membelikan barang. Seingat saya ibu selalu membelikan
pakaian yang sama. Kalaupun modelnya berbeda tetapi pola kainnya sama. Yang
saya ingat saya punya celana ¾ panjang warna kuning polkadot putih. Kakak saya
motif yang sama tetapi bentuk celananya menyerupai rok. Kemeja atasannya sama
hanya beda pita. Kakak warna ungu dan saya merah.
Ibu berusaha membelikan yang serupa
agar kami tidak saling iri, tetapi juga tdak dibelikan yang persis sama karena
nanti masing-masing punya selera yang bebeda pula. Baju mengaji pun dijahitkan
sama. Kain yang sama, model yang sama hanya aksen sedikit bebeda. Semuanya
sama, agar tidak saling iri. Ini adalah cara ibu untuk membuat kami berdua merasa
senasib sepenanggungan. Semuanya serupa, tidak ada yang lebih istimewa dari
lainnya.
Tapi tak selamanya barang yang tersedia
di pasaran ada yang sama atau serupa. Saya ingat betul tentang jepit rambut
berpita warna ungu dan kuning dengan bulu ayam warna warni yang dibelikan Ibu
untuk saya dan kakak. Ibu membelikan
benda yang sama dengan 2 warna berbeda. Mungkin tidak hanya ada 1 buah tiap
warna di tokonya, atau Ibu tidak ingin pita kami tertukar, bagaimana caranya
agar kami tidak saling iri dan berebut? Ibu saya menyiasatinya dengan
membungkusnya satu-satu dengan kertas koran.
Kami dipanggil dan dikumpulkan. Ibu
berkata sambil membuka telapak tangan dengan masing-masing satu bungkusan pita
di dalamnya.
” Mama membelikan 2 hiasan rambut.
Nanti pilih ya mau yang mana. Kalau sudah dapat pilihannya tidak boleh ditukar
dan tidak boleh iri. Janji?”
“Ya Ma!!” seru kami gembira. Seingat saya memilih di saat itu adalah hal yang
mendebarkan. Saya penasaran isi di dalamnya. Saya lebih penasaran jepit apa
yang akan didapat kakak saya. Apakah jepitnya lebih bagus daripada punya saya.
Ibu mengeluarkan keduanya dan
bertanya pada kakak saya dulu. Ia memilih dan kemudian saya mendapat yang
satunya. Setelah Ibu mengingatkan kami tidak boleh protes setelah membuka
bungkusan itu nantinya, kami buka. Kakak senang ia mendapat warna ungu. Saya
kurang puas karena mendapat warna kuning. Saya jauh lebih suka punya kakak. Tapi,
saya tidak bisa protes dan sadar saya pyang memilih sendiri. Cara ibu yang satu
ini sukses menghindakan keributan dan iri dengki antara saya dan kakak saya.
Prioritas
Suatu hari kakak saya yang aktif
ikut segala kegiatan luar sekolah mengikuti kegiatan karnaval sepeda hias.
Pihak sekolah mensyaratkan tema pantai, ibu
membelikan celana kain motif Hawaii. Kakak saya membutuhkan segera. Pioritas
pertama adalah kakak saya. Ibu hanya membeli satu celana kain Hawaii untuk
kakak saya dan saya tidak dibelikan. Tetapi beberapa hari sesudah acara karnaval
saya dibelikan. Mungkin masih ada rejeki
dan ibu ingin semua putrinya mempunyai dan menikmati hal yang sama.
Hal lain juga belaku ketika kakak
saya sandalnya putus. Ibu membelikan kakak saya sepatu sandal berpita hitam
ungu. Saya ingat betul sepatu sandal ini belum banyak yang punya di antara
teman-teman saya. Kakak saya dibelikan dan entah beapa hari kemudian saya juga
dibelikan sepatu sandal yang sama. Kakak saya sempat ngambek karena merasa saya
tidak membutuhkan tetapi saya btetap dibelikan. Ibu menjelaskan bahwa selagi
ada rejeki dan bisa membelikan keduanya kenapa tidak. Waktu itu saya diam saja,
hanya senang mendapat sepatu sandal yang sama seperti punya kakak saya. Padahal
saya memang ingin memiliki apa yang kakak saya punya tapi saya terlalu takut
untuk minta pada Ibu.
Luar biasanya ibu yang bisa memahami
keinginan saya, walaupun saya tidak mengucapkannya. Ibu berusaha belaku adil,
memberikan yang sama bagi kami berdua walaupun dalam waktu yang berbeda, semata
karena Ibu melihat prioritasnya. Masing-masing anak punya kebutuhannya sendiri,
mana yang lebih urgent. Dengan tidak meninggalkan prinsip berbuat adil, ibu
mengusahakan yang paling membutuhkan.
Berbuat Adil
Itu Wajib
Ketika saya menuliskan pengalaman
sikap adil Ibu, saya baru benar-benar meresapi semua hal yang ibu lakukan pada
kami dulu. Saya baru mengetahui betapa sikap adil itu adalah hal yang wajib
dilakukan oleh semua orang, tanpa tawar menawar terutama umat muslim termasuk
keadilan orang tua pada anak-anak mereka. Dalam ajaran Islam berikut firman
Allah.
“Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90)
Anak adalah bekah Allah yang haus
dijaga dan diperlakukan dengan adil. Oang tua yang tidak berbuat adil itu
zalim, perbuatan ini bisa membuat anak durhaka pada oang tua dan bisa memicu api permusuhan antara saudara, muncul fitnah, pertikaian, dan
putus hubungan, saling membenci dan marah. (www.khotbahjumat.com, 2012)
MasyaAllah, tenyata berbuat adil terutama
pada anak-anak adalah tanggung jawab besar orang tua, yang akan dimintai
pertanggungjawaban nanti di akhirat. Tanggung
jawab orang tua, khususnya seorang ibu untuk mewujudkan kasih sayang terhadap
semua buah hatinya bukan main-main. Dalam
hal ini, keadaannya seperti apapun ibu saya beusaha mewujudkannya dengan cara
beliau sendiri. Betapa sulit bagi beliau membuat kami berdua tercukupi dan
tidak terdzolimi karena merasa dipelakukan tidak adil.
Saya pikir adil hanyalah memberikan
yang sama porsi, sama besarnya, sama jenisnya, saya salah. Ada kemampuan Ibu untuk mengenali kebutuhan
anak-anaknya dan kemudian memperlakukannya sesuai kebutuhannya. Memberikan
sesuai porsinya. Mencukupi semampu-nya. Memberikan pemahaman pentingnya merasa
cukup, sama, idak iri dan dengkinkarena semuanadalah permatabhati Ibu.
Ibu saya selalu berpesan “Saudaramu
cuma satu. Harus rukun. Siapa lagi yang bisa menyayangi kalau bukan saudara
sendiri.” Pesan sederhana ini tetap terngiang terus walaupun Ibu sudah tiada
hampir 10 tahun lamanya. Saya menyadari sungguh arti pesan ibu dan juga manfaat
dari kasih sayang ibu.
Semenjak kepergian beliau saya dan
kakak yang terpisah tempat tinggal dan sudah lama tidak hidup serumah kembali
bersatu. Banyak sudah hal yang kami lewatkan bersama dan kami tumbuh dengan
kebiasaan dan cara piker yang berbeda. Terlalu banyak ketidaksamaan yang kami
miliki untuk disebutkan. Adu argument sering terjadi, tetapi saya pribadi
sering menahan diri karena saya teringat pesan ibu. Saya dan kakak tetap hidup rukun, saling
menyayangi, dan yang terpenting kami saling mendukung dan berusaha memahami perasaan
dan pilihan yang diambil satu sama lain.
Berbuat adil pada anak akan
membawa kebahagiaan. Itu yang saya rasakan. Saya sungguh menyadari besarnya
cinta kasih ibu dan hebatnya usaha ibu dalam berbuat adil bagi saya dan kakak.
Ibu telah mengajarkan pelajaran berharga yang akan saya kenang sepanjang umur
saya.
Terima kasih Ibu.
Referensi:
www.khotbahjumat.com.
(2012, Maret 13). Retrieved Desember 1, 2017, from
https://khotbahjumat.com/887-khutbah-jumat-adil-perlakukan-anak.html
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
No comments:
Post a Comment