Sunday, October 21, 2018

Teman Mati

Photo by Irina Kostenich from Pexels


“Kamu mau apa?” Kudengar suara berbisik perlahan di telingaku.

“Kamu mau apa??” Suara itu mulai terdengar tak sabaran.

“Aku tahu kamu tidak mudah berpisah denganku. Kita sudah bersama lama sekali. Aku yang paling setia di antara semuanya!” Katanya lagi setengah kesal padaku.

Aku benar-benar bingung dibuatnya. Kuakui dia memang yang paling setia. Tidak pernah juga aku tergoda dengan jenisnya yang lain. Buatku ia sempurna, tak tergantikan, tunggu….haruskah ia mulai kugantikan. Sebenarnya tidak ada yang salah darinya. Dari tiap jengkal tubuhnya ada rasa yang susah kujelaskan. Nikmat, memabukkan, candu duniaku.

“Kenapa tak kau coba lagi? Ayo sini coba kita kembali rujuk seperti dulu.” Katanya mulai menggodaku.

Aku kalut. Aku tak habis pikir bagaimana bisa ia tidak bosan merayuku. Aku sudah menolaknya berkali-kali dengan susah payah. Pernah habis kesabaranku dan kucampakkan ia begitu saja. Itu mungkin terjadi hanya 2 kali dalam 2 bulan terakhir ini. Sesudahnya aku merasa tidak enak, pada diriku dan padanya.

Sekarang, dengan rayuannya apa yang harus kukatakan? Sudah habis semua alasanku untuk menjauhkannya dari hidupku.

“Kamu tidak perlu berusaha sekeras itu. Kamu tahu aku yang kamu butuhkan saat ini. Kamu tahu aku yang paling bisa mengerti dirimu. Dalam setiap keadaan kita dulu selalu bersama. Mengapa sekarang kamu begini?” suaranya melunak, membelai manja telingaku.

Ia melanjutkan,”Dulu siapa yang menemanimu kabur pertama dari SMA? Siapa juga yang membantumu terjaga mengerjakan lembaran skripsi kuliahmu? Oh..dan itu, Mia kekasihmu si pencemburu itu, ketika ia menghancurkan hatimu, siapa yang membantumu menata kembali semangatmu? Itu hanya 3 contoh dari ribuan hal yang sudah kulakukan bersamamu. Hal penting untukmu semata, bukan untukku.” Pekiknya.

Makin terpojok aku mendengarkan kata-kataya. Semua benar. Banyak hal sudah kulalui bersamanya, baik dan buruk. Aku berpikir keras, aku benar-benar gundah.

Ah...sudah. Cukup sudah. Kamu menang. Aku menginginkanmu, hanya kamu. Dan padamu, teman matiku, aku tumpulkan otakku lagi. Kamu hanya membawa kematian makin dekat padaku tapi aku tetap  ingin melaju sisa waktuku bersamamu.

Kuambil korek dan kunyalakan rokok, teman matiku. Kuhisap dia dalam-dalam, kunikmati tubuhnya dan aku tahu dirinya siap membawa ratusan racun pembunuh masuk ke dalam tubuhku. Hanya ada sakit berujung kematian padanya tapi aku sudah memilih mati bersamanya. Karena bebal otakku, karena dia membebalkan syaraf berpikirku. Sungguh merugi orang-orang sepertiku.



#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 

No comments:

Post a Comment

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...