sumber gambar: http://blog.bookthesurprise.com/friendship-day-surprise-ideas/ |
“Aaah…siapa
kamu? Jangan sakiti aku?” teriakku memelas. Bau busuk itu makin tercium kuat.
“Eh, diam ah.
Jangan berisik.” Jawabnya.
Aku terdiam bukan karena keinginanku tapi karena bau busuk menyengat bercampur dengan basah lengket di mataku. Anehnya rasa nyeri dan kelopak mata yang berat jadi sedikit berkurang, ringan walau tetap berbau busuk.
Aku mengerjap
dan segera membuka mata. Mataku terbuka! Keduanya! Aku menengadah, segera
melihat yang berbau busuk dan aku terkejut, tidak pernah aku melihat wujud
seperti itu. Apa ini yang disebut
monster?
“Hei! Nak! Aku
sama seperti jenismu, mengapa kamu membelalakkan mata begitu? Sudah bisa melek
lebar kamu?”
“Eh, iya.” aku
masih bingung menjawab pertanyaannya.
“Untung bisa
kubersihkan semua kotoran di matamu. He he…maaf ya, aku bau pastinya. Tapi kamu
beruntung Nak, aku cuma makan dari tempat sampah di ujung got ini. Biasanya
lebih bau lagi mulutku. Eh tunggu, badanku! Yah, penuh lumpur dan sampah. Aduh,
aku jorok sekali he he.” Ia menyerocos panjang lebar. Banya bicara tapi ia
baik. Kurasa ia baik, semoga ini nyata.
“Tadi aku jilat
matamu. Pernah juga aku membersihkan mata Sangmin. Umurnya mungkin dua minggu
lebih muda darimu. Ia masih butuh ibunya, ah masa kamu tidak mengenal Sangmin?
Dia kecil, lucu, sedikit kurus dan pendiam. Ah kamu harus banyak bergaul. Tapi…
Sangmin mati.” cerocosannya diakhiri suara pelan penuh kesedihan. Aku makin
bingung siapa dia dan mengapa dia ada di sini. Siapa pula Sangmin itu?
“Mengapa kamu
sendirian di sini Nak? Ayo kita ke sisi sebelah sana, kita perlu membersihkan
tubuh. Ayo kubantu.” tanpa persetujuanku dia langsung memepetkan badannya ke
badanku, aku menghindar dan seketika mengikutinya. Aku tidak ingin badanku
tertular bau busuknya, tapi aku juga tak ingin sendirian di sini.
Aku mengikutinya
berjalan. Kudengar kecipak air karena langkah kakiku memecah aliran air yang
ternyata menggenangi dasar got. Ah aku ada di dalam got besar. Baiklah, sedikit
demi sedikit otakku mulai bekerja.
“Sangmin itu
seperti kamu. Sendirian. Ditinggal ibunya. Matanya penuh kotoran, lama dia
sendirian sampai aku datang banyak belatung sudah hinggap di sana. Oh Sangmin,
kasihan sekali anak itu. Kujilati sampai bersih pun dia tak tertolong. Dia mati
di sebelahku. Oh anak malang itu.” kali ini suaranya penuh kesedihan.
Aku makin tahu
apa yang terjadi padaku. Aku di dalam got besar, aku ditinggalkan ibuku, mataku
penuh kuman yang bisa jadi habitat belatung beranak pinak, nasibku sama dengan
Sangmin, sedikit lebih baik.
“Kita ke mana?”
tanyaku.
“Sebentar lagi
kita sampai. Kita bersihkan tubuh dulu. Dingin tapi tak mengapa. Jangan
jauh-jauh dariku.”
“Sangmin itu
siapa?”
“Anak kecil
pemberani. Aku mengasihinya walau hanya sebentar kami bersama. Tak mudah
tinggal di tempat seperti ini. Kurasa kamu juga belum makan beberapa waktu
makan. Apa yang sudah kamu makan selama ini? Tikus? Sampah?” tanyanya padaku.
“Iya, ada anak
tikus. Kumakan tadi, lama sekali aku tidak tahu entah pagi, siang, atau malam,
semuanya gelap dann samar.”
“Tak mengapa,
asal kamu berani dan kuat. Kamu pasti pemberani. Pasti. Aku saja tidak mau
lama-lama ada di sini, ada Mori, penguasa di sini. Yakin kamu belum pernah
menemuinya, Nak?”
“Tidak”
“Baguslah.
Semoga kamu memang anak pemberani seperti pikirku. Aku Luz. Umurku tiga tahun.
Apa kamu punya nama?” pertanyaannya sulit kujawab. Ibu belum pernah menamaiku.
Ibu biasanya memanggilku Uk.
“Uk. Itu saja
yang kudengar dari ibu.”
“Uk? Nama yang
aneh. Kupanggil kamu Yusha. Dari dulu aku suka nama itu. Bagaimana? Setuju?”
Aku diam saja
dan tak lama mengangguk. Aku lebih suka Uk daripada Yusha. Tapi nama Uk sendiri
terdengar aneh.
“Stop. Berhenti
di sini. Maju sedikit, ayo.” perintahnya padaku yang ragu karena kami mendekati
pancuran dari pipa patah. Air mengalir dari pipa.
“Ayo, maju
Yusha. Kamu kan pemberani.” ajak Luz.
Mendengar kata
pemberani kekuatanku datang. Aku maju dan berdiri tepat di bawah pancuran air.
Tidak deras air yang jatuh tapi aku takut juga dengan air.
“Ya, begitu.
Jangan takut. Goyangkan badanmu. Kibaskan juga ekormu. Bersihkan tubuhmu.”
kudengar perintah Luz. Aku terpusat pada air dan badanku. Dingin dan
menggelitik aneh rasanya tapi sekaligus menyegarkan. Kutahan rasa takutku dan
aku mundur lagi menjauhi pancuran setelah mungkin empat kali kibasan ekor dan
enam kali goyangan kepalaku terguyur air.
“Luz?” aku
memanggil, tidak ada sahutan. Ia tidak ada di sampingku? Kulihat kiri dan kanan
dia tidak ada. Apakah aku ditipu? Aku kedingingan dan sekarang benar-benar
ketakutan. Aku bisa melihat tapi aku tidak mengenal tempat ini.
“Luz!”
#ODOP_6
No comments:
Post a Comment