Sunday, October 14, 2018

Gadis Penggenggam Hujan - Bagian 1

https://www.pexels.com/photo/adult-autumn-beauty-blue-268791/



“Darimana kamu? Seingatku bukan sekarang giliranmu mengatur hujan.” Pluie bertanya dalam curiga melihat Pioggia yang berjalan cepat melewatinya dengan kikuk. Ia merasakan ada yang ganjil dengan temannya itu.

“Aku hanya menjalankan tugas.” jawabnya singkat.

“Siapa yang menugaskanmu?”

“Dewan.” Piaggio menjawab lirih dan segera berlalu, ia bahkan tidak lagi melihat mata Pluie sahabatnya.

Pluie makin curiga dengan apa yang terjadi pada tanah Aros akhir-akhir ini. Semua terasa berbeda. Yang jelas semua orang menghindarinya, semua orang mengacuhkannya. Ini sudah berlangsung barang 10 hari. Apakah ini karena hubungannya dengan Marie diketahui orang lain? Ia berpikir dalam gelisah. Berteman dengan manusia bukan hal yang baik walaupun tidak juga dilarang. Mencintainya? Itu perkara pelik yang bisa mengancam kaumnya dan manusia, bukan hanya dirinya pribadi.

Pluie melangkah ragu menuju ke Sala, tempat berkumpul para tetua dan dewan. Setiap hari para dewan akan berkumpul, berdiskusi tentang banyak hal dan melakukan aneka penunjukan serta pengangkatan. Ketika berkumpul mereka selalu menghidangkan zaitun dan quiche sayur, tentu saja tidak ada daging dan unsur hewani karena kaum Aros hanya makan tumbuhan. Zaitun dan quiche jadi menu wajib di Sala. Setiap menghadap angota dewan, Pluie selalu menahan nafas karena ia sudah mual membau makanan yang bertahun-tahun terhidang di meja dewan. Ia bahkan sempat berpikir makanan yang terhidang mungkin diberi pengawet sehingga ibu-ibu di dapur utama tak perlu repot-repot memasak hidangan yang sama berulang kali.

Diskusi yang dilakukan juga membahas aneka hal yang terjadi di tanah Aros. Mulai penamaan bayi yang baru lahir, pemakaman kaum Aros yang wafat, penentuan hari berkabung, perbaikan rumah, pembersihan Sala dan rumah kaum, dan banyak hal lainnya. Masalah terpenting tentu saja adalah penentuan jadwal pembuat hujan. Itu tugas utama kaum Aros. Hujan di bumi didatangkan Pluie dan semua kaum Aros. Tentu saja ada ketentuan mengenai kapan, siapa yang mendatangkan hujan, dan hujan seperti apa yang didatangkan. 

Pluie adalah golongan Palladium. Ia sudah naik tingkat dari golongan terendah, Rhonium yang hanya bisa mendatangkan rintik hujan. Golongannya, Palladium bisa mendatangkan hujan gerimis. Ia sangat menyukai kenaikan pangkatnya. Hujan gerimis banyak disuka manusia. Hujan tidak lebat, ada, tapi tak terlalu membasahi bumi. Cukup sebagai penawar dahaga tanaman yang mendamba hujan, bisa juga menyejukkan cuaca sejenak sehingga hewan-hewan bisa tidur santai melingkar di bawah pepohonan.

Ia dulu juga diangkat dan dinobatkan naik golongan oleh anggota Dewan Aros. Ini tugas terpenting mereka, menentukan siapa yang layak naik kelas, pindah ke golongan yang lebih tinggi atau bahkan  menurunkan dan yang terburuk, mencopot mereka dari golongannya ke golongan yang lebih rendah. Ada ujian dan pantangan yang mentukan seseorang bisa naik atau turun golongan.

Ujian panjang bernama ketekunan, keikhlasan, kesungguhan, dan kerja keras selama tujuh hari siang malam itu dinilai oleh para dewan yang sudah berada pada golongan tertinggi, Rhodium. Di tangan mereka hujan badai dengan petir menyambar bisa tercipta. Mereka hanya mengeluarkan rapalan doa dalam pejaman mata tanpa nyanyian suci untuk mendatangkan hujan selebat dan semencekam itu. Sedangkan Pluie yang hanya golongan Palladium perlu bermeditasi, menyanyikan lagu pengiring datangnya hujan dalam pujian yang menyayat hati, dan melakukan tarian lembut dengan tongkat berbahan logam palladiumnya yang gerakannya sudah dipelajari susah payah selama lebih dari dua bulan dan diuji dalam ujian kenaikan golongan.

Kini Pluie berhadapan dengan pintu besar berbahan kayu oak yang berukir lambang kaum Aros. Ukiran dibuat oleh kakek buyutnya, dihiasi lingkaran daun zaitun dan awan mengembang di bagian paling atas. Dia sudah sampai di Sala. Tempat yang minggu lalu masih merupakan tempat biasa baginya untuk melapor ia telah mengundang hujan datang, tapi kini tempat ini jadi asing dan mencekam. Tidak ada pilihan lain ia mendorong pintu besar itu dan seketika deheman saling bersahut dan obrolan para anggota dewan berhenti seketika.

“Masuklah Nak.”seorang anggota dewan golongan Rhodium menyilakannya masuk ke dalam Sila.

“Terima kasih Pak.”Pluie masuk, langkahnya terdengar jelas menyapu lantai, padahal ia sudah mengayun tinggi-tinggi kakinya tetapi ia masih juga terseok berjalan dalam degup jantungnya yang tak lagi berirama.

“Duduklah.”orang yang sama menyilakannya. “Tunggu sejenak, setelah ini Ame akan memulai pembicaraan kita hari ini.”

“Ya Pak.”jawab Pluie. Seketika tenggorokannya tercekat. Ia tahu ini perkara pelik. Tak mungkin anggota dewan memanggilnya tiba-tiba hari ini. Jadwal pembuat hujan hari ini sudah ditentukan, jatuh ke tangan Pi, ia bertugas membuat hujan lebat tanpa angin hari ini, ia dari golongan yang sama dengan Pluie, lalu mengapa Pluie masih datang melapor ke para dewan di Sala?

Seorang laki-laki berjenggot putih lebat dengan uban berbaur rambut abu-abu berdehem dan merapatkan buku-buku jari tangannya, seakan ia mencengkeram telapak tangan kosongnya. Wajahnya sedikit memerah dan alisnya mulai menyatu berkumpul di tengah dahi. Ia menatap lurus ke Pluie yang duduk tegak, tegang, di kursi beludru yang sedikit apek baunya. Terlalu banyak orang Aros yang duduk di atasnya menghadap dewan sehingga pasti pengurus Sala tidak sempat mencucinya. Demi citra dirinya Pluie duduk tegak memantaskan dirinya tegar di depan Ame, ketua para dewan. Apa yang diucapkan Ame adalah titah. Ia pemegang janji, penegak janji, dan penjaga janji tanah Aros.

“Pluie! Pergi kau dari Aros. Sekarang juga!”

Pluie terhenyak kaget dengan ucapan Ame yang tiba-tiba dengan suara menggelegar itu. Ucapan itu adalah hal yang paling ditakutinya, hal yang sudah diperkirakan mungkin terjadi tetapi tetap tak dinyana akan benar-benar terjadi. Pluie merasakan seluruh keringat dinginnya bercucuran seirama dengan detak jantungnya yang berlarian kesana-sini. Lututnya serasa hilang tempurung dan rahangnya mencengkeram kuat barisan gigi geligi di sekitarnya. Getaran hebat bibir atas dan bawah diredam dari perintah otak yang sebenarnya tidak lagi bisa berpikir.

Semua orang di Sala tidak ada yang bereaksi. Tidak satupun membela Pluie. Ia tahu pamannya ada di sana tetapi diam membisu. Sekilas dari sudut matanya ia bisa melihat tak satupun anggota dewan menunjukkan rasa belas kasihan kepadanya.

“Tahu kau apa salahmu! Pergi dan jangan pernah kembali ke Aros! Tanggalkan semua yang berasal dari tanahmu ini. Lupakan Aros. Pergi!” hardiknya terakhir kali.

 Setengah lemas Pluie menanggalkan semua yang ada di tubuhnya. Ia menelanjangi tubuhnya, lembaran toga putih tak berjahit pun dibuat di Aros. Semua yang melekat padanya adalah dari Aros, ia pun orang Aros. Jika bisa dikuliti tubuhnya ia akan melakukannya dan meletakkan seluruh badannya tanpa jiwa di depan Ame dan para dewan.

 (bersambung)

#komunitasonedayonepost

#ODOP_6 


No comments:

Post a Comment

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...