Friday, June 8, 2018

Surat untuk Si Lampion

https://goo.gl/5J62aV


Dear Calon Suamiku,

Sayang, kamu tahu lampion kan? Yang warnanya merah bulat seperti tomat raksasa, terbuat dari kertas dengan pendar cahaya dari dalam. Kamu tahu itu kan? Kamu lampionku.

Bukan, kamu tidak bulat merah. Ah, sudah kubilang kamu bukan tomat raksasa. Jadi stop cemberut dan bertanya-tanya. Kujelaskan dulu ya?

Lampion itu jenis lampu, penerang. Dulu di zaman Dinasti Han di tahun pemerintahan 25 – 220 Masehi, mereka membuat lampion dari kertas dilapisi kertas atau sutera merah yang ditopang  rangka dari bambu. Di malam hari orang berjalan, membaca, dan melakukan kegiatan lain ditemani lampion. Lampion juga dipasang pintu masuk, teras rumah, dan lama kelamaan dipakai para biksu untuk melakukan ritual mereka. Kerennya pemerintahan dinasti selanjutnya memakai lampion sebagai perayaan untuk penanda Tahun Baru Cina sudah selesai.

Sayang, jika kamu sering bertanya-tanya seperti apa kehidupan nanti untuk kita setelah menikah, jawabku selalu SEMANGAT! Tapi kamu terus bertanya. Sering kamu ragu dan menanyakan kesetiaanku dalam gelap badai rumah tangga nanti seperti apa sikapku. Masa kamu meragukanku?
Ingatkah kamu bahwa apa yang kita punya sekarang jauh merosot dari apa yang kita punya dulu. Aku tahu untuk kasusmu pasti berat. Tapi aku selalu mendukungmu. Yakinlah itu. Jangan lagi mengeluh tentang cukup atau tidaknya nanti uang belanja bulanan untukku dan anak-anakmu kelak. Semua pasti teratasi dan karena kamu lampion, kamu pasti bisa.  

Buatku kamu lampionku. Kamu akan terus berpijar. Aku tak butuh kamu menyala kuat berkobar seperti obor sampai bau minyak tanahnya kemana-mana. Cukup kamu jadi nyala lampion yang terlihat kecil tapi terus ada untuk hidup kita yang rimbanya gelap. Aku yakin kamu pasti benderang. Kamu akan selalu berjalan menerangi langkah-langkahku. Biarpun nyalamu tidak menyilaukan mata, berkilat seperti lampu LED dari motor dan mobil yang katanya kekinian itu, kamu akan sealu menyala terlindung dari angin karena ada kertas yang setia menjadi tamengmu.

Jadikan kebaikan hatimu, kesabaranmu, dan semua hal-hal positif untuk terus melingkupimu. Biar keserakahan, kerakusan dan lainnya tak mampu menembus dirimu.

Pasti kamu bilang, “Ah mau ngomong apa sih kok pakai lampion-lampion segala?”

Ish….kamu memang jauh dari romantis. Aku sudah memikirkan puluhan kalimat yang bisa menggambarkan lampion agar sesuai dengan dirimu. Atau sebaliknya, aku sedang mencari kualitas-kualitas bagus dirimu yang bisa kukiaskan dengan lampion, karena setelah kupandang-pandang, lampion yang gemuk itu melambangkan kesejahteraaan. Apalagi warnanya yang merah, itu lambang kemakmuran. Bukankah jika aku berbakti padamu dan mendukung semua yang kamu usahakan untuk keluarga maka kita akan hidup makmur dan sejahtera?

Seperti biasa, setujulah dengan pendapatku. Seperti apa yang biasanya kamu lakukan.

Oke, kamu lampionku. Jangan bosan menyala, wajib terus menyala. Kamu harus terus ada dan bisa
terang jalanku, bisa tenang hatiku.

I love you.

Silvana


Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...