![]() |
Photo by Emiliano Arano from Pexels |
“Kita tidak
akan mungkin bisa bersama.” Brizo berkata lembut dengan penuh
kesedihan dalam suaranya. Aku menatap matanya yang berlari menghindari
tatapanku. Aku tahu hari ini akan tiba. Brizo mengangkat dagunya dan melempar
pandang jauh ke horizon. Aku menikmati keindahan paras Brizo dengan rambut jahe
menyala hangat yang selalu menyala di batinku.
“Akhirnya
hari ini datang juga.” aku berkata pasrah. Kebas rasa tubuhku, inikah perasaan
orang yang ditinggalkan seseorang yang dicintai? Karena terlalu menyakitkan
sampai tak ada rasa yang tersisa? Apakah besok atau lusa rasa pedih itu
menyerang? Datang terlambat?
“Kau sudah
menduganya? Atau sudah lama memikirkannya?” Brizo bertanya tanpa menoleh ke
arahku. Ia tetap melihat jauh ke lepas pantai.
Aku diam
saja tak menggubris pertanyaannya. Aku berusaha menjaga semua akal sehatku
setelah berbulan-bulan lamanya rehat untuk mengalah pada keyakinanku. Seberapa
kuat aku menjaga kewarasanku toh kisah cinta dua alam ini takkan bisa
dipertahankan. Sudah berkali-kali aku menerima, menolak, menimbang,
mempertanyakan, dan menjawab, apakah mungkin cintaku pada dewi air ini bisa
kekal abadi. Bagaimana nasibnya dan apa yang terjadi padaku jika kami bersatu?
“Aku tak
akan melupakan pengorbananmu saat menolongku kala terhunus pedang Aegaeon. Aku
takkan lupa amukan badai yang dibuatnya sampai kau dan awak kapalmu hampir
meregang nyawa. Dalam keadaan seperti itu Tuhan membuka matamu, melihatku
bertarung dengan setan badai dewa Aegaeon, entah kekuatan apa yang kau punya
tapi kau selamatkan aku darinya. Siapa yang menyangka baling kapalmu mengenai
rantai emas yang terikat di tubuhnya. Jika kau tidak istimewa, kau tidak akan
bisa menyelamatkanku. Melihat kami pun kau tak bisa. Maka aku berjanji akan
selalu menjagamu.”
“Tapi
kemudian kau meninggalkanku.” kujawab dengan pertanyaan paling egois yang
kutahu pasti menyakiti Brizo.
“Aku menjaga
nelayan dan mereka yang berlayar. Sampai kapanpun tugasku adalah panggilan
jiwaku.” jawabannya kurang memuaskanku walaupun apa yang dikatakannya benar.
“Maka
kembalilah kau ke alammu. Jaga kapal-kapal yang berlayar di lautmu. Aku tak
akan pergi melaut lagi. Aku tak ingin mengingat kisah ini kembali. Melihat
lautan seperti menaburi luka dengan garam. Kau takkan pernah tahu betapa besar
cintaku padamu. Aku tak bisa memaksamu tapi aku juga tak bisa memaksa diriku
untuk berlapang dada menerima pahitnya kisah ini. Kau tahu jalan pulangmu.” aku
meninggalkan Brizo, berjalan menjauhi pantai perlahan tanpa melihat lagi ke
arahnya. Perpisahan paling kejam yang bisa kulakukan. Tapi ini semua untuk
kebaikan kita berdua.
Makin aku
menahannya, makin berat kepergiannya. Makin aku menguatkan diri, makin sakit
hatiku. Ia tak tahu aku sudah mengumpulkan semua totem, jimat, dan alat untuk
mengubahku jadi makhluk laut, walau jadi kasta paling rendah di negerinya.
Setelah ada lima puluhan langkah, kubuang semuanya dari tas kulit kayu yang
melingkari pinggangku. Aku pergi dengan sedih dan amarah yang entah kutujukan
untuk siapa.
***
Brizo, sang
dewi penjaga nelayan merasakan kesedihan yang membuncah. Sudut matanya
tergenang penuh dan sambil memegang perut, ia berenang ke tengah lautan.
Menenggelamkan diri di sana dan memanggil kawanan lumba-lumba yang akan
mengawal masuk ke istananya. Dinyanyikan dengan pilu lagu untuk angin dan
camar, dibisikkannya pesan untuk selalu menjaga si pelaut, sang terkasih.
Dibawanya janin buah kasih sayangnya pada pelaut yang tidur lelap di rahimnya
ke rumahnya. Kelak ia akan jadi dewa yang kuat di laut yang mampu
mempertahankan laut dari jarahan manusia, dan ia akan melindungi mereka yang
diamuk ombak buatan Aegaeon, si dewa badai.
Catatan:
Dalam kepercayaan Yunani Kuno Brizo adalah dewi penjaga pelaut, nelayan, dan orang-orang di laut. Dia dipuja oleh kaum hawa dari daerah Delos yang biasanya melarung makanan di kapal-kapal kecil sebagai persembahan.
Aegaeon atau lebih dikenal sebagai Poseion adalah raja laut yang menguasai sungai, badai, banjir, kekeringan, gempa bumi dan bencana lainnya. Dia mengatur segala aspek kelautan. Ia adalah anak dari Oceanus dan Tethys
Silvana... aku titipkan j3jakku di blog ini
ReplyDeleteBapak...kuterima titipan jejakmu :D
DeleteWah ceritanya bagus mbak. Cinta dua makhluk beda alam ya
ReplyDeleteMakasih Bu...ini kepepet banget saya ga da ide soal fiksi fantasi. Tantangannya begitu soalnya
DeleteAh keren banget. Maaf baru bisa baca karena yakin yatuh pikiran tenang untuk bisa memahami jalan cerita sambil berimajinasi. Keren banget mba Silvana. Aku suka 😍
ReplyDeleteMakasih banyak Mb xoxo
DeleteBagus ku suka
ReplyDeleteMakasii mb
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteceritanya keren
ReplyDeleteMakasi mb
DeleteAku jadi pingin ke laut kan.... Eh ke pantai ding. 😁
ReplyDeletemwahahahaha...jangan ke laut aja :P
Delete