Sunday, November 18, 2018

Lara Brizo

Photo by Emiliano Arano from Pexels


“Kita tidak akan mungkin bisa bersama.” Brizo berkata lembut dengan penuh kesedihan dalam suaranya. Aku menatap matanya yang berlari menghindari tatapanku. Aku tahu hari ini akan tiba. Brizo mengangkat dagunya dan melempar pandang jauh ke horizon. Aku menikmati keindahan paras Brizo dengan rambut jahe menyala hangat yang selalu menyala di batinku.

“Akhirnya hari ini datang juga.” aku berkata pasrah. Kebas rasa tubuhku, inikah perasaan orang yang ditinggalkan seseorang yang dicintai? Karena terlalu menyakitkan sampai tak ada rasa yang tersisa? Apakah besok atau lusa rasa pedih itu menyerang? Datang terlambat?

“Kau sudah menduganya? Atau sudah lama memikirkannya?” Brizo bertanya tanpa menoleh ke arahku. Ia tetap melihat jauh ke lepas pantai.

Aku diam saja tak menggubris pertanyaannya. Aku berusaha menjaga semua akal sehatku setelah berbulan-bulan lamanya rehat untuk mengalah pada keyakinanku. Seberapa kuat aku menjaga kewarasanku toh kisah cinta dua alam ini takkan bisa dipertahankan. Sudah berkali-kali aku menerima, menolak, menimbang, mempertanyakan, dan menjawab, apakah mungkin cintaku pada dewi air ini bisa kekal abadi. Bagaimana nasibnya dan apa yang terjadi padaku jika kami bersatu?

“Aku tak akan melupakan pengorbananmu saat menolongku kala terhunus pedang Aegaeon. Aku takkan lupa amukan badai yang dibuatnya sampai kau dan awak kapalmu hampir meregang nyawa. Dalam keadaan seperti itu Tuhan membuka matamu, melihatku bertarung dengan setan badai dewa Aegaeon, entah kekuatan apa yang kau punya tapi kau selamatkan aku darinya. Siapa yang menyangka baling kapalmu mengenai rantai emas yang terikat di tubuhnya. Jika kau tidak istimewa, kau tidak akan bisa menyelamatkanku. Melihat kami pun kau tak bisa. Maka aku berjanji akan selalu menjagamu.”

“Tapi kemudian kau meninggalkanku.” kujawab dengan pertanyaan paling egois yang kutahu pasti menyakiti Brizo.

“Aku menjaga nelayan dan mereka yang berlayar. Sampai kapanpun tugasku adalah panggilan jiwaku.” jawabannya kurang memuaskanku walaupun apa yang dikatakannya benar.

“Maka kembalilah kau ke alammu. Jaga kapal-kapal yang berlayar di lautmu. Aku tak akan pergi melaut lagi. Aku tak ingin mengingat kisah ini kembali. Melihat lautan seperti menaburi luka dengan garam. Kau takkan pernah tahu betapa besar cintaku padamu. Aku tak bisa memaksamu tapi aku juga tak bisa memaksa diriku untuk berlapang dada menerima pahitnya kisah ini. Kau tahu jalan pulangmu.” aku meninggalkan Brizo, berjalan menjauhi pantai perlahan tanpa melihat lagi ke arahnya. Perpisahan paling kejam yang bisa kulakukan. Tapi ini semua untuk kebaikan kita berdua.
Makin aku menahannya, makin berat kepergiannya. Makin aku menguatkan diri, makin sakit hatiku. Ia tak tahu aku sudah mengumpulkan semua totem, jimat, dan alat untuk mengubahku jadi makhluk laut, walau jadi kasta paling rendah di negerinya. Setelah ada lima puluhan langkah, kubuang semuanya dari tas kulit kayu yang melingkari pinggangku. Aku pergi dengan sedih dan amarah yang entah kutujukan untuk siapa.

***
Brizo, sang dewi penjaga nelayan merasakan kesedihan yang membuncah. Sudut matanya tergenang penuh dan sambil memegang perut, ia berenang ke tengah lautan. Menenggelamkan diri di sana dan memanggil kawanan lumba-lumba yang akan mengawal masuk ke istananya. Dinyanyikan dengan pilu lagu untuk angin dan camar, dibisikkannya pesan untuk selalu menjaga si pelaut, sang terkasih. Dibawanya janin buah kasih sayangnya pada pelaut yang tidur lelap di rahimnya ke rumahnya. Kelak ia akan jadi dewa yang kuat di laut yang mampu mempertahankan laut dari jarahan manusia, dan ia akan melindungi mereka yang diamuk ombak buatan Aegaeon, si dewa badai.


Catatan:

Dalam kepercayaan Yunani Kuno Brizo adalah dewi penjaga pelaut, nelayan, dan orang-orang di laut. Dia dipuja oleh kaum hawa dari daerah Delos yang biasanya melarung makanan di kapal-kapal kecil sebagai persembahan.

Aegaeon atau lebih dikenal sebagai Poseion adalah raja laut yang menguasai sungai, badai, banjir, kekeringan, gempa bumi dan bencana lainnya. Dia mengatur segala aspek kelautan. Ia adalah anak dari Oceanus dan Tethys

13 comments:

  1. Silvana... aku titipkan j3jakku di blog ini

    ReplyDelete
  2. Wah ceritanya bagus mbak. Cinta dua makhluk beda alam ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Bu...ini kepepet banget saya ga da ide soal fiksi fantasi. Tantangannya begitu soalnya

      Delete
  3. Ah keren banget. Maaf baru bisa baca karena yakin yatuh pikiran tenang untuk bisa memahami jalan cerita sambil berimajinasi. Keren banget mba Silvana. Aku suka 😍

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Aku jadi pingin ke laut kan.... Eh ke pantai ding. 😁

    ReplyDelete

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...