Monday, November 19, 2018

Partitur Piano di Sobibór

https://bit.ly/2ToO7o6


Adina menuntun sepedanya sepulang dari balai kota. Dengan cepat ia melintasi jalanan yang sedikit lembap karena kabut datang terlambat pagi ini. Senyum menghiasi wajahnya dibantu oleh paduan apik bandana merah jambu dan jas wol rajutan tangan bibinya dari Austria. Dengan baju lapis seteal itu pun ia masih merasa dingin perlahan membuat kaku buku-buku jarinya. Ah, dia gugup. Seperti hari-hari yang lain ketika ia bertemu Heinrich.

Mereka akan bertemu di restoran milik Hermann, sahabat Heinrich. Tidak, restoran yang menyajikan kopi terbaik di Warsawa tepatnya. Bahkan orang dari kota lain jauh di hulu Sungai Wolbórka juga sibuk datang ke restoran Hans. Padahal restoran ini baru buka menjelang makan siang, tapi biasanya belasan orang sudah mengantri di depan pintunya. Adina membayangkan secangkir kopi dengan roti bakar dan buah segar. Biarlah musim menjelang ke awal musim gugur, buah-buahan kering masih pas menemani hari yang merangkak siang.

Adina tiba di restoran itu dan langsung menuju ke pintu samping menghindari tiga orang lelaki setengah baya yang mengantri untuk secangkir kopi dengan bagel atau mungkin muffin. Ia menuju dapur karena di situlah Hermann dan Heinrich berada.

Adina dan Heinrich selalu bercengkerama sampai waktu makan siang usai, dengan atau tanpa Hermann. Ia terlalu sibuk dengan tukang masak dan pelanggan restorannya. Seringkali riuh restoran membuat keduanya pindah duduk ke lorong samping restoran. Cerita tentang keadaan di gedung balai kota dan kelas piano adalah topik yang tak ada habisnya untuk diobrolkan. Hari ini Adina sudah menyiapkan cerita tentang Izaak, pegawai baru yang mengacau di hari pertamanya bekerja. Ia juga membawakan beberapa buku partitur piano yang tak sengaja ditemukan di tumpukan kardus bekas milik atasannya, khusus untuk Heinrich.

Suasana sambutan yang dingin dan kurang ramah diterima Adina baru saja setelah tuntas memarkir sepeda dan selangkah masuk ke pintu belakang restoran. Hermann meludah kecil sambil spintas melihat ke arah Adina.

“Sebaiknya kau pergi hari ini.” Heinrich merangkul bahu Adina dan membawanya keluar restoran.
“Ada apa? Mengapa Hermann begitu?”

“Kau pulang saja. Tolong, jaga dirimu baik-baik. Dengarkan aku baik-baik, jaga dirimu, kau haru berjanji padaku. Ingat kau harus menjaga keselamatan keluargamu, terutama dirimu sendiri. Langsung pulang dan ajak kedua adikmu. Beri tahu orang tuamu untuk segera berkemas. Tinggalkan Warsawa.” Heinrich berkata tegas, jelas, tapi entah mengapa Adina tak memahamii barang sepatah kata pun yang didengarnya.

“Heinrich, apa maksudmu? Mengapa aku harus pergi. Bagaimana dengan rencana liburan kita ke Vladivostok? Katamu kita akan membicarakan tentang liburan kita berdua hari ini.” Adina protes dan menolak pergi dari restoran.

“Adina, dengarkan aku. Sekali ini saja, jangan buat aku mengulangi lagi perkataanku. Demi keselamatanmu dan keluargamu segeralah berkemas dan tinggalkan kota ini. Pergilah ke rumah pamanmu di selatan atau ke rumah adik ibumu di Zaslaw.” Nada suara Heinrich yang serius untuk kedua kalinya meyakinkan Adina bahwa sesuatu akan terjadi dengan kotanya. Ia melangkah menuju sepedanya.
“Kau masih mencintaiku kan?” tanyanya pelan, kali ini matanya mencoba menangkap jawaban dari mata Heinrich.

“Cinta tidak kita butuhkan di masa seperti ini. Usah kau tanyakan lagi.” Jawab Heinrich datar. Ia berjalan masuk kembali ke restoran dan menikmati remuk redam hatinya. Sikap kasarnya akan menyelamatkan Adina. Makin ia berlama-lama dengan gadis yang baru dikencaninya tiga bulan ini, makin berat tanggungan siksa di batinnya. Heinrich merogoh saku celananya. Kotak beludru dengan dua cincin itu masih ada di sana. Lamaran yang dipersiapkan untuk Adina ketika nanti berlibur di Vladivostok harus dikubur. Saat ini waktu berkejaran dengan bahaya, cinta tak perlu ada di masa seperti ini. Toh adanya cinta takkan menyatukan mereka.

“Sudah kau usir gadis Yahudi itu?” tanya Hermann

“Ya.” Jawab Heinrich singkat kemudian duduk dan mencecap kopi di cangkir tua yang sedikit dingin.
 
“Mereka hanya sampah.” Hermann sengaja membuat Heinrich dengan jelas mendengar kata sampah. Lalu ia bercakap-cakap dengan kokinya.  

***
8 Oktober 1939

Dua hari setelah Adina dicampakkan Heinrich, ia dan keluarganya tiba di Sobibór. Mereka berencana akan mengunjungi adik ibunya di Zaslaw tapi kereta api tak lagi beroperasi. Mereka menumpang truk pengangkut ternak bersama keluarga Friedman tetapi kemudian dihentikan tentara Schutzstaffeln tepat sebelum memasuki Sobibór.

Adina dan ibunya dipisahkan dari kedua adik laki-laki dan ayahnya. Ia berbaju terusan dengan garis vertikal yang sedikit apek bau keringat. Seluruh barang pribadinya sudah digeledah dan disita oleh tentara Schutzstaffeln wanita, belakangan diketahui namanya Bett. Hanya buku partitur untuk Heinrich yang berhasil disembunyikannya. Ia menghuni barak besar dengan lima belas ranjang susun yang beralas tipis. Sudah ada enam wanita di dalamnya sebelum ia datang. Semuanya sama, berbaju garis.

Suara perintah dalam bahasa Jerman didengarnya pagi sampai malam. Raungan sirine untuk ini dan itu dipelajarinya hanya dalam waktu sehari. Bersama ratusan penghuni kemp ia bekerja pagi sampai sore hari untuk segala kebutuhan tentara Schutzstaffeln. Ia bertani dan ibunya di bagian jahit-menjahit,

Setelah dua bulan ia bekerja di sana, hanya sekali melihat ayah dan kedua adiknya. Setelah itu hanya sekelebat gerak ayahnya yang tertangkap mata. Kemp untuk laki-laki terpisah dari wanita. Di saat malam yang melelahkan datang, ia memeluk buku partiturnya. Diucapkan doa untuk Heinrich agar ia juga selamat dari kerja paksa yang membingungkan ini.

***
2 Januari 1940


Setelah hampir tiga bulan di tempat ini, jumlah penghuni wanita bertambah hampir tiga kali lipatnya. Mereka datang dengan kereta yang berhenti di dekat batas kota Sobibór. Wajah penumpangnya kusut masut dan lemas. Adina tak tahu kereta tak berjendela itu mengangkut ratusan orang yahudi dari berbagai sudut kota untuk disatukan di kemp tempatnya bekerja.

Adina melihat ke arah pendatang baru dan dilihatnya sesosok pria tegap dalam seragam Schutzstaffeln. Ia mengernyitkan muka dan mencoba memusatkan padangannya melihat sosok itu dari kejauhan. Itu Heinrich. Tampak gagah dengan seragam Schutzstaffeln nya. Adina senang, Heinrich rupanya sangat memperhatikan keadaannya. Ia akan keluar dari kemp ini. Seketika langkahnya ringan dan senyumnya terkembang. Diangkutnya karung benih dengan riang. Ia akan pulang.

“Mengapa kau tersenyum?”Anet, teman sebarak bertanya padanya ketika mereka menanam bibit bersama.

“Aku akan pulang.” jawab Adina singkat.

“Darimana kau tahu?” tanya Anet heran.

“Aku yakin. Kekasihku di sini.”

“Kekasih? Yang mana? Baru datang?”

“Ya.” jawab Adina singkat.

“Semoga itu benar terjadi. Ibuku tak kembali dari semalam. Sudah kutanyakan pada petugas, katanya ibuku dipindah ke bagian lain. Ibu, nenek dan bibi Agata yang sudah tua juga tidak kembali. Bahkan ada tiga hari lamanya. Dora juga mengalami hal yang sama. Adik-adiknya yang masih kecil tak lagi terlihat sudah seminggu. Aku heran ada apa dengan kemp ini. Kemana semua orang-orang tua dan anak-anak pergi.” Anet tetap bekerja walau ada nada getir di suaranya.

“Sebentar, aku akan kembali.” Adina meninggalkan Anet dan menyelinap dari pengawasan petugas menuju ke baraknya. Ia menghambur ke kasur ibunya dan tak ada lagi bantal, selimut, dan sedikit barang ibunya. Semuanya lenyap. Dicarinya buku partitur kesayangannya di antara sela tempat tidurnya. Ada di sana. Ia menemukan secarik kertas lusuh dengan tulisan tangan yang sangat dikenalnya. Tulisan ibunya.

“Adina. Jaga dirimu baik-baik. Semoga kau bisa keluar dari sini. Jangan pernah lengah. Maaf ibu selama ini diam, ini semua demi keselamatanmu. Kau harus tenang dan gunakan otakmu untuk kabur dari sini. Waktu ibu tak lama. Mereka membunuh semua orang tua dan anak-anak. Kabarnya mereka dibakar hidup-hidup, ada yang bilang ditembak di ladang jagung di ujung kemp. Ibu tak tahu kebenarannya. Ibu hanya berdoa yang terbaik untukmu, adik-adik, dan ayahmu. Semoga mereka baik-baik saja. “ begitu isi suratnya.

Adina menengok ke luar jendela, hujan abu datang lagi. Sudah hampir seminggu setiap jam Sembilan pagi abu turun setelah diterbangkan angin. Mungkin batu bara mengeluarkan polusi, ataukah ini abu pembakaran mayat ibu , nenek, dan bibi nya Agata dan Dora? Ataukah…

Dor! 

Suara keras memecah gelisah batinnya. Perlahan ia keluar dari barak dan melihat di kejauhan seorang pria terkapar dengan kepala berlumuran darah. Dua orang laki-laki lainnya berlutut dengan gemetar di samping sang pria malang. Seorang tentara SS – Schutzstaffeln menodongkan pistol ke tempurung kepala lelaki kedua. Tentara itu Heinrich.





Catatan:
Sobibór adalah kemp pemusnahan masal yang dibangun dan dioperasikan oleh SS, satuan organisasi langsung di bawah kepemimpinan Adolf Hitler dan partai Nazi. Kemp ini dibangun di dekta rel kereta api pada Perang Dunia Kedua. Tercatat lebih dari 250,000 orang Yahudi dibunuh di sini.






#TantanganFiksiHistoris
#ODOPBatch6

16 comments:

  1. Replies
    1. Ini teride dari The Pianis, Escape from Sobibor, The Boy in a Striped Pyjamas dan...lupa :D

      Delete
  2. Replies
    1. Makasi banyak mas...aku terhura huhuhuhuhuhu...makasiiii

      Delete
  3. Replies
    1. Kedip kedip..alhamdulillah..makasih banyak mas

      Delete
  4. I am incapable of reading articles online very often, but I’m happy I did today. It is very well written, and your points are well-expressed. I request you warmly, please, don’t ever stop writing. Asian wedding pianist

    ReplyDelete
  5. I really thank you for the valuable info on this great subject and look forward to more great posts. Thanks a lot for enjoying this beauty article with me. I am appreciating it very much! Looking forward to another great article. Good luck to the author! All the best! wedding pie strain

    ReplyDelete
  6. I really thank you for the valuable info on this great subject and look forward to more great posts. Thanks a lot for enjoying this beauty article with me. I am appreciating it very much! Looking forward to another great article. Good luck to the author! All the best! Asian wedding djs

    ReplyDelete
  7. This is a brilliant blog! I'm very happy with the comments!.. dance studios kitchener

    ReplyDelete
  8. Great things you’ve always shared with us. Just keep writing this kind of posts.The time which was wasted in traveling for tuition now it can be used for studies.Thanks dance studios waterloo

    ReplyDelete
  9. Excellent .. Amazing .. I’ll bookmark your blog and take the feeds also…I’m happy to find so many useful info here in the post, we need work out more techniques in this regard, thanks for sharing. beat makers

    ReplyDelete
  10. I am happy to find this post very useful for me, as it contains lot of information. I always prefer to read the quality content and this thing I found in you post. Thanks for sharing. Asian wedding djs

    ReplyDelete

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...