Showing posts with label Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Lingkungan. Show all posts

Saturday, September 22, 2018

Kebiasaan Baik Tetap Menempel, Ini Tipsnya




Akhir-akhir ini saya menggiatkan diri masuk ke dunia literasi. Saya ikuti berbagai kelas menulis online dan mengikuti beberapa tantangan literasi, baik itu membaca maupun menulis. Saya percaya bahwa berlatih setiap hari bisa meningkatkan skill saya. Menantang diri sendiri juga membuat saya selalu atif berpikir dan mengeksplorasi ide-ide.


Sayangnya konsistensi itu tidak terlaksana dengan mudah. Ya, menerapkan kebiasaan baik itu sulit. Pada tantangan literasi menulis misalnya, saya mengikuti tantangan satu hari satu postingan blog atau One Day One Post (ODOP). Minggu pertama berlalu cukup mulus, masuk minggu kedua mulai datang kemalasan. Ini baru tantangan menulis sederhana, yang sebenarnya kebiasaan baik untuk terus menghasilkan tulisan yang bermutu. Jika ditambah dengan tantangan lain yang lebih rumit, entahlah, apa saya bisa bertahan sampai akhir tantangan. 


Yang jelas tujuan utama saya mengikuti tantangan ini adalah untuk membiasakan diri melakukan kebiasaan baik. Maka ketika saya mulai kehabisan “bahan bakar” seperti ini saya harus mengubah strategi. Harus ada cara untuk mempertahankan kebiasaan baik itu. Apa saja ya yang bisa dilakukan untuk membuat kebiasaan baik terus menempel di diri?

Mulai dari hal yang kecil
Oke, hal mudah yang bisa dilakukan adalah memulai dari hal kecil yang menciptakan kebiasaan baik. Misalnya, untuk belajar menulis maka saya mulai membaca banyak status media sosial, posting blog, dan quotes dari beberapa penulis idola. Bagi saya, membaca tulisan status dan posting yang singkat akan memberikan contoh bagaimana membuat tulisan yang menarik. Ini akan menambah wawasan saya yang belajar menulis. Menggelitik juga untuk ikut membuat tulisan berbobot dan menarik.


Punya tujuan yang jelas
Tujuan yang jelas membuat semua kegiatan lebih terarah. Ya, tujuan harus diciptakan terlebih dahulu. Walaupun “yang penting belajar” tapi jika tidak dilandasi dengan tujuan, maka kegiatan belajar pun bisa-bisa berhenti di tengah jalan.
Tujuan akhir saya adalah menjadi penulis yang menghasilkan karya dari rumah. Maka saya harus rajin membaca dan menulis. Membiasakan diri untuk membaca dan menulis ini vital bagi saya. Menerapkan kebiasaan ini adaah hal yang sulit tapi sekali lagi, karena saya punya tujuan jadi mau tidak mau saya kembali memaksakan diri untuk bersusah-payah demi tujuan akhir. 


Merayakan pencapaian sekecil apapun
Ternyata perayaan ini perlu. Baru saya sadari setiap saya mencapai sesuatu berkaitan dengan kegiatan tulis-menulis saya, misalnya artikel yang menang kontes dan karya yang diterbitkan, saya tidak pernah memberikan reward untuk diri sendiri. Padahal ini adalah salah satu bentuk apresiasi yang bisa memacu diri untuk menghasilkan karya-karya yang baik.
Jika dipikir lebih jauh bukankah penghargaan yang paling besar adalah dari diri sendiri? Bukan berarti memanjakan diri semata, tapi dengan menghargai diri sendiri maka rasa kepercayaan diri juga akan bertambah. Saya juga menyadari bahwa minder tak akan membawa kemajuan, ketika berhasil mengatasi itu dan menciptakan karya yang baik maka itu adalah sbeuah pencapaian. 


Menciptakan lingkungan yang mendukung
Lingkungan mempengaruhi bagaimana kebiasaan baik bisa bertahan. Semakin positif lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman-teman yang mendukung, maka semakin baik hasilnya. JIka keluarga dan teman terdekat tak mendukung, maka perlu mencari komunitas atau teman-teman lain yang bisa mendukung. Saya tidka mendapat dukungan langsung dari orang tua, karenanya saya mencari komunitas menulis yang bisa membuat saya nyaman.

Dengan bergabung di komunitas ini saya juga jadi tertarik menfikuti berbagai kelas, kontes, tantangan, dan kegiatan lain. Melihat teman-teman yang sukses membuat saya terpacu. Inilah pentingnya membuat lingkungan yang positif.  


Perbarui komitmen diri
Komitmen juga perlu diperbarui. Setelah beberapa saat, komitmen awal wajib dilihat dan direnungkan kembali. Selanjutnya, komitmen baru dengan semangat baru mulai ditanamkan. Ini adalah hal yang biasanya saya abaikan. Saya sering berpikir asal tujuan tak berubah maka komitmen juga tetap. Ya, saya salah. Komitmen pun bisa menipis dan hilang.
Lima langkah tadi bisa membantu menancapkan kebiasaan baik tetap bersama saya. Tulisan ini juga menjadi pengingat saya untuk terus menerapkan kebiasaan baik setiap hari. Pernahkah mencoba? Ayo tulis komentar Sahabat dan beri tahu saya bagaimana cara Sahabat membuat kebiasaan baik tak pergi lagi.


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 


Sunday, September 9, 2018

Kalimas dalam Langkah Kaki, Menikmati Wajah Kota Tercinta




Jika ditelisik lebih dalam lagi, banyak sisi menarik yang bisa digali dan dikuak dari Surabaya. Walaupun Surabaya kota industri dengan banyak mall  dan pusat perbelanjaan yang bertebaran di hampir semua sudut kota, ada hal yang bisa kita nikmati dari kota ini.  Aneka lanskap kota, sejarah kota, dan orang-orangnya menjadi hiburan tersendiri jika kita bisa menangkap keunikannya.Tidak melulu bersantai hanya dilakukan di tempat-tempat keramaian, gunung, pantai dan lainnya.

Salah satu kegiatan pelesiur sederhana yang menantang dan unik adalah dengan berjalan kaki menjelajah kota pahlawan. Saya salah satu yang pernah menikmati pelesir nyeleneh ini. Adalah sebuah kegiatan yang dinamai Kalimas On Feet dilakukan oleh pegiat sejarah Dhahana Adi, akrab dipanggil Mas Ipung mengajak masyarakat umum di tahun 2013 lalu. Sesuai nama, saya berekreasi menyusuri Sungai Kalimas dan menyelami jantung kota dengan berjalan kaki. Bersama beberapa teman baru, saya bertemu di Taman Bungkul, taman cantik yang dibangun dengan keseriusan dan berbuah banyak penghargaan. Kami menyusuri Sungai Kalimas dari hulu ke hilir berjalan kaki, on feet. Karena hulu Kalimas ada di Mojokerto kami ambil start dari Taman Bungkul berjalan ke arah Jalan Darmokali dan terus masuk ke dalam gang padat penduduk sampai kami menemukan Sungai Kalimas di daerah Ngagel.

Sungai Kalimas dipilih sebagai jalur pelesir kami  karena dulu sungai ini adalah jalur perdagangan utama. Sungai yang membelah kota Surabaya ini adalah sungai penting pada jamannya yang menghubungkan pelabuhan Kalimas dan nadi perdagangan kota. Siapa yang menyangka sungai yang sekarang berbatasan dengan pemukiman padat penduduk di bantaran kalinya adalah sungai yang sudah dipakai sebagai jalur masuk ke ibukota Kerajaan Majapahit di Trowulan. Bahkan menurut catatan sejarah di sungai ini terjadi pertempuran antara Raden Wijaya, pendiri Majapahit melawan pasukan Tartar dari Mongol sekitar abad ke 11.

Pada masa penjajahan Belanda, di bawah VOC sungai ini membawa aneka komoditas perdagangan, pertanian, dan hasil bumi lainnya dari pelabuhan Kalimas,, melewati wilayah pecinan, kampung arab menuju ke pusat kota dan pusat pemerintahan. Pada masa kini sungai ini sudah dilupakan cerita dan keberadaannya oleh warganya sendiri. Rumah warga berjarak hanya sekitar 5 meter dari Kalimas. Ini pun sudah jauh lebih baik daripada dulu kala ketika sungai ini kotor tak terawatt. Melalui elesiran kali ini saya jmenjadi peserta yang ingin mengingat kembali sejarah kota sambil bersantai, mencari keunikan dan cerita kota serta menikmati udara pagi Surabaya.

Hari itu, Minggu pagi sekitar jam 9 pagi saya sampai di daerah Keputran. Hiruk pikuk pedagang Pasar Keputran mulai berkurang. Yang tetap ada bau sampah menyengat yang menemani saya menghela napas sejenak di taman kecil tepat di pinggir Kalimas di persimpangan Jalan Kayoon – Jalan Gubeng. Menyeberangi jembatan Gubeng saya mendapati gjalan kecil yang disebut gang Pattaya oleh masyarakat karena terkenal sebagai tempat berkumpul para gay. Saat itu dinding-dinding belakang bangunan yang memunggungi sungai penuh gambar, coretan, ratapan, makian, dan juga nomer HP para gay. Jalan kecil ini saya susuri terus sampai mengarah ke jembatan Gubeng dekat Monkasel. Ada pemancing ikan dengan kail, jala, dan ada juga yang hanya sekedar duduk-duduk santai.

Terus berjalan di bawah matahari yang mulai terik saya melewati Taman Prestasi. Ada sampan wisata yang bisa dinaiki di taman ini menyusuri Sungai Kalimas sampai ke arah Ketabang Kali. Saya dan teman-teman lainnya memilih untuk berjalan. Saya temukan patok pembatas kecamatan di pinggir jalan sebagai penanda sudah saya lewati kecamatan satu masuk ke kecamatan lain. Yang paling menarik bagi saya adalah kawasan kota tua nya Surabaya. Memasuki wilayah Krembangan saya melihat gedung-gedung tua colonial dengan lebih seksama. Sejarah mencatat gedung Polrestabes punya terowongan yang terhubung dengan penjara Kalisosok di kawasan JMP. Gedung besar di kiri kanan dekat kawasan Jembatan Merah adalah peninggalan bersejarah yang masuk dalam bangunan cagar budaya.

Menyeberangi Jembatan Merah masuk ke Jalan Panggung saya mengarah pada gudang-gudang tua yang membisu dimakan usia. Debu-debu dan jalan yang bergelombang penuh dengan truk terparkir rapi. Di bangunan ini ramai dipakai untuk foto pre-wedding, sayang banyak yang mungkin hanya berfoto tapi melewatkan cerita kejayaan wilayah yang sekarang sepi ini.

Masih ada bekas rel di depan barisan gedung dan gudang tua yang berdiri gagah menghadap aliran Kalimas. Di ujung jalan ada Jembatan Petekan yang jadi jembatan satu-satunya yang bisa membuka bagian bawahnya ketika kapal masuk. Ah siapa sangka dulu kapal-kapal besar pembawa hasil bumi melalui jembatan yang kini jadi kaki tua reyot berkarat di pinggir jalan raya yang tingginya sudah hampir separuh badan jembatan. Sayapun baru melihat jembatan itu, tidak pernah saya tahu jembatan itu sudah ada jauh sebelum kota ini mempercantik diri dalam moderenisasi.

Dengan sisa-sisa tenaga dan panas matahair yang smeakin menyengat saya mengatur nafas kembali dan melaraskam langkah kaki yang gontai. Saya mau mencapai tujuan akhir saya, pelabuhan Kalimas. Pelabuhan ini pun sekarang lalu lintas hilir mudiknya sudah hilang digantikan oleh Pelabuhan Tanjung Perak.  Semakin asing ujung kota ini bagi saya. Yang ada hanyalah gudang-gudang dengan nama PT ini itu yang dipenuhi truk-truk besar. Tidak ada rumah penduduk terlihat. Gersang dengan warung-warung kecil dan tukang tambal ban berceceran. Inikah akhir pusat geliat warga Surabaya? Nampaknya memang seperti itu. Kawasan ini tidak bersahabat untuk pemukim, cocok untuk berniaga dan berekspedisi kirimmengirim barang.

Toh tujuan tercapai. Dengan usaha keinginan terpenuhi. Usaha untuk berjalan kaki, melawan panas, merancang tak memaknai semua detil kehidupan kota yang saya susuri. Perjalanan saya terhenti di pelabuhan tradisional Kalimas. Saat itu sekitar jam 1 siang. Pelabuhan yang dipunggungi rumah sakit pelabuhan ini bertembok tinggi tak Nampak pelabuhan dari luar. Rasa puas melawan lelah kaki dan kekaguman akan cerita kota membawa saya pada perasaan campur aduk. Apalagi saat saya benar-benar melihat eprahu tradisional. Yang punya layar, yang badannya dari kayu bukan badan besi, yang berhenti entah dalam perbaikan atau sudah lelah berlayar. Saya puas. Saya benar-benar sampai di pelabuhan. Tempat semua perasaan saya dalam pelesir ini berlabuh. Capek tapi puas.

Saya sudah menangkap cerita kota dalam lensa pandang saya. Inilah wajah kota dan manusianya. Hidup dalam rutinitas hari Minggu yang tidak biasa. Jika hanya dimaknai sebagai kehidupan biasanya orang biasa maka tidak ada menariknya pelesiran saya. Tapi saya mencoba memahaminya sebagai sebuah wisata manusia kota dan sejarahnya. Ada selalu hal menarik mata, hidung, dan batin saya. Ada rumah-rumah dengan pompa air tangan jadul di depan rumah yang sekarang sudah jarang ditemui. Ada perahu tambang yang menyeberangkan kami dengan 2000 Rupiah per orang dari jalan kampung ke arah Ngagel, dekat hotel Novotel. Ada tempat yang akrab disebut BAT oleh warga, yang  dulunya kantor British American Tobacco. Ada nelayan pencari ikan sapu-sapu dalam sampan-sampan kecilnya, ada anak muda pamer skill berdiri seimbang di papan skateboard, ada cerita kota tua pecinan, daerah gay, taman mesum yang jadi taman keluarga, dan banyak cerita lainnya. 

Wajah kota pun terus berganti sejalan dengan langkah kaki kami.Betapa menarik kehidupan masyarakat kota berubah wajah hanya dari bentuk bangunan, pilihan coretan mural, pilihan warna tembok rumah, dan nama jalan. Kaya, sungguh kaya warga kota ini akan kemajemukan dalam segala aspek kehidupan.


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 


Saturday, September 8, 2018

Street Feeding, Pemberi Asa Penghuni Jalan.

sumber gambar: https://bit.ly/2wTCjzL


Pagi hari dihujani hangat sinar matahari mengantarkan warga kota bergegas menuju tempat tugasnya. Tiap hari jalanan hiruk pikuk dipenuhi perpindahan warga kota dengan alat transportasinya. Dalam kesibukan kaum urban di sepanjang jalan gang, jalan kecil, jalan sempit beraspal, dan bagian jalan lainnya, makhluk Tuhan lain berjalan mengedarkan pandangan mencari penghidupannya. 

Mamalia berkaki empat ini banyak kita jumpai dengan mudah di mana-mana. Kucing adalah binatang yang bisa jadi akan ditemukan di seluruh penjuru dunia. Tahukah Sahabat binatang ini sudah ada 9500 tahun yang lalu dan bahkan spesies kucing liar yang hidup bebas, tidak bersentuhan dengan manusia, sudah ada sekitar 130,000 tahun yang lalu? Para arkeologis telah mengumpulkan bukti dan menelusuri jejak nenek moyang kucing. Diperkirakan kucing sudah dipelihara sebagai hewan peliharaan di rumah-rumah di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Siprus daerah timur Mediterania sampai Teluk Persia. 

Sejak awal kemunculannya, kucing menjadi hewan piaraan di daerah dataran yang mendapat irigasi dari Sungai Nil, Yordan, Tigris dan Eufrats, tempat pemburu pertama kali bermukim. Felis catus, mamalia berbulu berkaki empat ini bahkan pada jaman Mesir Kuno sudah menjadi biantang piaraan, disembah dan dimumikan untuk menemani pemiliknya menuju ke kehidupan selanjutnya.

Kucing kemudian berkembang biak dan melalui perdagangan, perpindahan penduduk, perang dan aneka perjalanan sejarah manusia, kucing berpindah dari nenek moyangnya di daratan Afrika Utara dan Asia Barat menuju ke segala penjuru dunia. Sampai sekarang pun kucing masih menjadi hewan peliharaan nomor satu, mengalahkan anjing. Jika kita kembali pada fakta sejarah bagaimana kucing pada masanya bahkan sempat disembah, maka hal ini tidaklah mengherankan. 

Bercampur antara satu jenis dengan jenis yang lain, kawin, dan beranak pinak dalam jumlah besar. Jumlah kucing di seluruh dunia diperkirakan mencapai sekitar lebih dari 220 juta sampai 600 juta. Ini hampir sama jumlahnya dengan tiga kali lipat penduduk Indonesia. Perkembangan populasi kucing juga jauh lebih pesat dibanding dengan anjing. Kucing betina pertama kali birahi saat berumur 7-8 bulan atau 10-11 bulan yang berlangsung selama 4-10 hari, kadang hanya 4-5 hari. Bahkan pada banyak kasus di usia empat bulan kucing betina sudah bunting. 

Berdasarkan penelitian American Society for the Prevention of Cruelty to Animals seekor kucing betina bisa menghasilkan lebih dari seratus anak kucing di masa produktifnya. Sementara induk dan anak-anaknya bisa berkembang biak menjadi 420,000 anak kucing lagi dalam waktu hanya tujuh tahun. Fakta yang mengejutkan bukan?

Akibat dari hal ini, banyak sekali ditemukan kucing baik itu dewasa maupun anakan di jalanan, termasuk di Indonesia. Kesadaran pemilik kucing yang kurang tentang sterilisasi kucing menyebabkan jumlah populasi kucing meningkat. Tragisnya mereka lebih senang memelihara induk kucing dan membuang anak kucing yang biasanya sekali kelahiran berjumlah tiga sampai lima ekor ke pasar, tempat pembuangan sampah, dan tempat tak layak lainnya. 

Pemilik kucing telah lalai bahwa yang dibuang adalah makhluk Tuhan yang bernyawa. Ikatan kuat pada induk kucing yang sudah lebih dahulu dipelihara biasanya membuat pemilik menjadi tega membuang anak kucing. Jalanan akhirnya menjadi tempat anak kucing, yang jika beruntung bisa tumbuh dewasa, untuk bertahan hidup. Sayangnya banyak yang mendapat perlakuan kasar (abusive) dari manusia tak bertanggung jawab. Terlepas dari ukurannya, kucing tetap makhluk bernyawa.

Adalah gerakan street feeding yang digagas oleh perorangan maupun kelompok. Street feeding adalah usaha untuk memberi makan kucing jalanan agar tidak hidup kelaparan dan mengalami malnutrisi. Ada banyak orang yang berempati dan kemudian terpanggil hatinya untuk menyisihkan uang dan membeli makanan kucing, yang kemudian secara khusus dibagikan sambil menyusuri jalanan kota. Makanan kucing dalam kemasan dibagikan pada satu atau beberapa kucing. Ada yang membawa wadah khusus berisi beberapa ratus gram makanan kucing sembari berangkat ke tempat kerja, ada yang sengaja meluangkan waktu sesampai di rumah dan berkendara perlahan sambil memanggil kucing datang lantas diberi makan, ada pula yang bersekutu berkelompok dan mencari tempat-tempat dengan populasi kucing terbanyak dalam lingkungan paling parah dan menyedihkan. 

Jalanan adalah tempat yang sangat berbahaya bagi kucing. Ada ratusan kendaraan bermotor, cuaca panas terik dan hujan deras, dan juga manusia yang kasar memperlakukan makhluk ciptaan-Nya. Akun Instagram seperti @gardasatwa, @pedulikucing, @pedulikucingjalanan dan ratusan akun sejenis berupaya menularkan dan mendorong masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan sekitar dan memberikan kesejahteraan bagi kucing liar. 

Upaya mengasihi makhluk Tuhan ini mungkin terdengar sepele atau bisa jadi dianggap perbuatan sia-sia. Toh nantinya ada banyak anak kucing dilahirkan tak terhingga jumlahnya. Tetapi perbuatan baik apa pun pasti mendapatkan balasannya. Dan jika mengebiri kucing agar tidak terlampau banyak jumlahnya belum mungkin dilakukan pada kucing liar di jalan, maka membuat mereka hidup dengan layak tidak kelaparan adalah juga sebuah upaya untuk menebar semangat cinta kasih pada seluruh isi bumi.

Walaupun tindakan utama untuk mencegah populasi kucing jalanan adalah dengan melakukan pengebirian, tetapi upaya awal untuk menyejahterakan mereka dengan memberi makan adalah upaya yang patut didukung. Seyogyanya kita semua manusia memahami bahwa bumi diciptakan oleh Tuhan lengkap dengan segala isinya. Bahwa kehidupan di muka bumi harus dilaksanakan secara seimbang dan berkasih sayang bukan hanya ditujukan pada sesama manusia tetapi juga bagi semua penghuni bumi. 

Jauh sebelum kita, manusia modern dilahirkan, kucing sudah didewakan. Pastilah ada keistimewaan padanya yang menjadikan bangsa Mesir kuno memujanya. Demikian juga halnya bagi umat muslim, Nabi Muhammad, sangat menyayangi kucing. Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyayangi keluarga sendiri. Betapa teladan sudah ditunjukkan dan kebanyakan manusia masih lalai dalam mengasihi binatang teristimewa kucing. 


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 

Referensi:
https://www.theguardian.com/science/2007/jun/29/genetics.sciencenews
https://animals.howstuffworks.com/pets/just-how-many-house-cats-are-there-the-world.htm
http://www.imetmis.com/kucing-kawin-hamil/





Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...