Thursday, November 29, 2018

Warung Ilham, Soto Nikmat Asli Nagih




Soto (kiri) dan Rawon (kanan)
Sumber: sumber: https://bit.ly/2BFmQqW


Saya baru pindah ke kota kecamatan bernama Lawang di Kabupaten Malang. Dari Surabaya sekitar 1,5 jam saja dengan bus atau pribadi. Setiap berkunjung ke Malang, Batu dan sekitarnya pasti pengunjung melewati Lawang jika datang dari arah Surabaya, Pasuruan, Mojokerto dan sekitarnya. Karena saya masih baru di tempat ini jadi saya belum banyak mengeksplorasi tempat makan. Beberapa yang saya coba tak terlalu meninggalkan kesan. Satu warung yang melegenda yang membuat saya terkesan dengan cita rasanya yang luar biasa.

Adalah Warung Ilham yang berada di Pasar Lawang. Untuk mencapai warung ini jika Sahabat berkendara dengan mobil maka parkir saja di halaman deretan ruko dekat Pasar Lawang. Kemudian berjalanlah menuju jalan tepat di sebelah pos polisi Lawang. Jalan masuk ke arah pasar dan cari pertigaan alias jalan kecil di sebelah kanan Sahabat. Masuk ke jalan kecil yang penuh pedagang ini dan kemudian lihat saja di sisi kanan. Ada warung kecil mungkin hanya 30 meter dari ujung jalan masuk.

Jika Sahabat bermotor, maka parkir saja di parkiran motor bekas bioskop lama. Keluar dari parkiran belok kiri menuju jalan besar dan cari jalan kecil di sisi kiri. Jika bingung pastikan Sahabat masuk jalan pasar yang dilewati angkot warna hijau muda terang atau minibus. Jika sudah bertemu dengan angkot yang mencari penumpang dari pasar maka Sahabat sudah di jalan yang benar. Tinggal cari jalan kecil sebelah kiri dan kemudian jalan lurus. Warung Ilham ada di kanan jalan.

Warung ini kabarnya sudah buka lama sekali entah dari tahun berapa. Penjualnya sekarang yang usianya sudah 60an adalah generasi kedua. Dulu warung ini letaknya bukan di lokasi sekarang. Kebakaran pasar membuat warung pindah tempat. Ukuran warung sangat kecil dibanding dengan kemasyurannya. Minuman the hangat dalam gelas kecil sudah tersedia di meja tinggal diangkut, lazimnya warung zaman baheula.

Menu yang dijual adalah nasi rawon, nasi soto, nasi lodeh, dan nasi kare ayam. Favorit saya adalah nasi soto.  Saya sebut nasi soto karena jika di Surabaya umum orang bisa membawa pulang kuah soto tanpa nasi, maka di sini tidak diperkenankan. Harus sebungkus nasi dan seplastik kecil kuah soto yang dijual “paketan”. Nah sotonya ada dua jenis dnegan kuah yang sama. Soto ayam atau soto empal, bukan soto daging ya.

Favorit saya adalah soto empal. Empalnya empuk dan gurih, cukuplah ukurannya untuk disantap bersama semangkuk nasi diguyur kuah soto dengan koya kelapa sangrai. Ini juga salah satu perbedaan antara soto di Surabaya yang mayoritas soto Lamongan. Soto Lamongan koyanya dari kerupuk yang diremukkan, sementara soto Ilham dan soto di Lawang pada umumnya menggunakan koya dari parutan lembut kelapa yang disangrai.

Kuah soto tidak sebening dan sekuning soto Lamongan tetapi cenderung ke kuning keruh kecoklatan. Rasa kemiri cukup menonjol dibanding dengan rasa kunir. Sotonya tidak sesegar soto Lamongan, tapi tidak juga membuat enek. Cita rasanya gurih dan pas nikmatnya.

Lebih enak lagi jika dilengkapi dengan kerupuk udang yang diletakkan dalam stoples kaca jadul. Warung ini memang sangat sempit, mayoritas pembelinya adalah usia lima puluh tahunan ke atas. Bagi saya suasana warung seperti ini membuat saya berada kembali ke dunia anak-anak ketika saya dan Eyang pergi makan di warung bersama. Suasanan yang hangat dan nyaman walau hampir kursi tak bisa diatur berjarak lebar dengan pelanggan warung yang lain.

Seporsi nasi soto dihargai Rp 14.000,- Harga yang jauh di atas warung soto di pasar-pasar di Surabaya. Tetapi cita rasa yang dimiliki sungguh membuat lidah bergoyang dan bagi penikmatnya harga ini masih sangat amat wajar.  Yuk mampir ke Warung Ilham jika berkunjung ke Lawang.Oh ya, warung buka mulai dari sekitar jam enam pagi sampai sekitar jam sembilan.


#BloggerPerempuan
#BPN30DaysChallenge2018

Wednesday, November 28, 2018

5 Fakta Unikku

https://www.apa.org/topics/personality/



Aih, dari semua topik ini yang paling tricky. Saya rasa ini perlu karena postingan yang listicle dan yang seru tentang penulis bisa jadi hal menarik yang tak membosankan. Saya juga ingin tahu fakta tentang Sahabat, maka beri saya link di kolom komentar dan saya akan segera berkunjung ke blog Sahabat. Untuk kali ini kepo adalah hal yang perlu hehehe. Maukah Sahabat mengenal saya lebih lanjut? Silakan baca fun facts berikut ini ya:

INFP (Introvert (I), Intuitive (N), Feeling (F), Perceiving(P).
Dikutip dari www.16personalities.com deskripsi tipe krpribadian ini adalah Kepribadian Mediator adalah idealis sejati, selalu mencari celah kebaikan bahkan pada orang atau kejadian terburuk sekalipun, mencari cara untuk membuatnya menjadi lebih baik. Walaupun mereka mungkin dirasa pendiam, tidak ramah, bahkan pemalu, Mediator memiliki api dan semangat di dalam dada yang benar-benar dapat bersinar.

Tidak seperti tipe kepribadian yang lebih sosial, Mediator akan memfokuskan perhatian mereka hanya kepada beberapa orang, satu aksi bermanfaat – diketahui hanya sedikit orang. Jika mereka tidak berhati-hati, Mediator dapat kehilangan diri dalam petualangan mereka selamanya dan mengabaikan pemeliharan kehidupan sehari-hari. Mediator seringkali terhanyut dalam pikiran yang dalam, menikmati kontemplasi hipotetis dan filosofis lebih dari tipe kepribadian apa pun
Jadi ya, memang betul, saya tidak bersahabat dengan banyak orang, bahkan mungkin tak punya sahabat. Menjaga persahabatan yang sangat amat kuat pun biasa saja. Hanya memang saya merasa saya punya banyak teman yang siap membalas chat saya hehehe.
Saya tidak suka pekerjaan rumah 
Saya orang yang paling tidak rapid an malas mengurus pekerjaan rumah tangga. Alhamdulillah, Allah memberikan saya suami yang serba kebalikan dari saya termasuk urusan rumah. Ia orang yang rapi dan pandai menata rumah. Jadilah menuci baju, ngepel dan menyapu menjadi pekerjaannya. Tetapi saya tetap mengambil alih urusan dapur. Untuk yang satu ini saya tetap berkuasa dan tidak ada keinginan untuk meminta bantuannya.

Anti Horor
Saya paling tidak suka segala sesuatu yang berbau mistis dan horor. Saya tidak pernah nonton film horor di bioskop dan saya menjauhi aneka percakapan yang seram-seram. Oke, kadar keimanan saya memang masih kurang, jadinya saya masih saja takut terhadap hantu, dedemit, dan sebagainya walaupun sudha tahu bahwa derajat saya sebagai manusia jauh lebih tinggi daripada mereka.

Aneka Ide Nol Eksekusi
Saya orang yang punya banyak sekali ide di kepala tapi eksekusinya jauh panggang dari api. Pikiran saya selalu membayangkan akan hal-hal kreatif ini dan itu yang kemudian terkalahkan oleh kemalasan yang luar biasa. Ketidakmampuan untuk mengatur waktu adalah hal yang membuat saya banyak mengabaikan ide yang sudah dipikirkan dengan baik.

Pekerja Sosial
Saya selalu berkeinginan untuk jadi pekerja sosial dan melakukan aneka kegiatan sosial. Lingkungan, kesejahteraan hewan, pendidikan, kesehatan, apa pun saja jika saja saya punya kesempatan maka saya akan dengan senang hati melakukannya. Menurut saya menjadi pekerja sosial walau tak digaji asal ada makanan dan kesehatan yang sudha tertanggung bukanlah suatu masalah. Saya meyakini kekayaan yang sejati itu dari seberapa banyak saya mampu menolong orang, berkontribusi pada masyarakat, dan dari kesenangan hati.
Nah, ii lima fakta tentang saya, maka apa fakta menarik Sahabat? Tulis di blog sahabat dan share link nya ya di kolom komentar di bawah ini. Saya akan dnegan senang hati membacanya.

Satu Bikin Seru, Media Sosial di Sudut Pandangku



https://bit.ly/2Lo9dyV


Sahabat, berapa akun media sosial yang Sahabat punya? Saya punya Instagram saja di gawai saya. Facebook sudah uninstall. Oh satu lagi, saya punya Twitter yang saya pakai untuk mendaftar link atau  ikut serta dalam beberapa kompetisi menulis. Tapi selebihnya hanya punya Instagram menurut saya sudah cukup.

Ah berbicara tentang media sosial itu tak ada habisnya. Banyak episode, banyak drama, banyak problematika, dan banyak manfaat dan juga keburukannya. Episode yang saya maksud adalah seperti halnya telenovela yang trendi di akhir tahun 90-an dan digantikan oleh drama India, kemudian sinetron Indonesia, diputar bertahun-tahun, dan itulah media sosial buat saya. Ada masa ketika Friendster merajalela. Bahasan kuliah tentang akun si ini dan si itu. Tak punya akun ini berarti out of date, kuno, katrok. Maka akun pun saya buat dengan pemanis ini dan itu, tujuannya mendapat banyak teman tapi juga akhirnya banyak hal-hal palsu yang saya buat agar jati diri tak nampak jelas.

Dari Friendster perlahan netter pindah Facebook. Boyongan ini juga jadi episode baru karena kemudian banyak sekali perkembangan Facebook sampai akhirnya saya tinggalkan karena menurut saya tidak lagi asyik, tidak lagi informatif, dan terkesan tua. Sekarang, saya setia pada Instagram. Mungkin karena saya orangnya visual dan malas membaca cerita dengan ribuan kata, maka cukup dibatasi sedikit saja di captionnya, tapi gambar menceritakan seribu makna di dalamnya.

Drama dan problematika yang saya maksud dari media sosial adalah tentang riuhnya pemberitaan tentang politik, selebritis, makan banyak, makanan enak, sampai obrolan dan guyonan seru ojek online. Caci maki, hujat, dan saling tuduh mewarnai drama postingan media sosial. Problem baru, hal yang harusnya informative malah jadi bahan celaan, bahan gunjingan, bahan saling menjatuhkan. Oh kekuatan jari ini sungguh luar biasa.

Inilah keburukan media sosial yang dikontrol oleh mereka yang tidak melek literasi digital. Saya pun jengah dengan hal ini. Karenanya blogging sebagai salah satu media untuk menyuarakan pikiran saya akan saya isi dengan hal-hal yang, semoga, bermanfaat. Lelah kan diri ini ketika jari mulai menggulir di gawai dan yang muncul di linimasa adalah tentang cercaan si A dan si B. Atau pendapat akun tertentu yang dikomentari amat sangat kasar oleh pengikut akun tersebut atau yang sekedar mampir. Betapa memang dosa ini mudah didapat, tanpa perlu bertemu muka tinggal hujat saja. Ih ngeri.
Yuk bermedia sosial yang sehat Sahabat.

#BloggerPerempuan
#BPN30DaysChallenge



Sunday, November 25, 2018

Senggugut

Photo by rawpixel.com from Pexels



Tari meremas sprei kasur yang menghangat karena ditimpa tubuhnya semalam. Keriput sprei mengikuti gerak tubuhnya yang beringsut, mengejang, menggelinjang, diikuti peluh dan kernyitan kedua alis mata dari tengah malam. Matanya terpejam rapat selaras dengan bibirnya yang terkatup. Terkadang bibir jadi korban digigit gigi yang menikuti riuhnya situasi perut.

Di rahim otot-otot saling serang, menegang, mengencang, menjadi-jadi ketika dindingnya meluruh. Pembuluh darah menyerah pada tekanan otot dan memutus suplai darah dan oksigen. Keluar bahan kimia alami bernama prostaglandin yang melahirkan jutaan rasa nyeri. Senggugut.

Tari tetap berada di kasurnya yang tidak lagi nyaman. Semua terasa berat dan menyakitkan. Ia tidak akan masuk kerja hari itu. Tak berdaya ia menunggu sesorang datang dan menerobos masuk kamarnya, mungkin ada yang iba membuatkannya teh panas atau membantunya menegakkan punggung.


#ODOPBatch6
#OneDayOnePost

Macet

sumber: https://cookpad.com/id/resep/4653108-lontong-kikil



Hari ini Dewi tersenyum lebih lebar dari biasanya ketika menyapa Bu Parman tetangganya sebelum berjalan keluar gang menunggu datangnya angkot. Sesekali ia tersenyum kecil, tersipu-sipu dengan masih berdiri bersama calon penumpang lain. Bibirnya dikulum beberapa kali, kebiasaannya sejak kecil jika semua berjalan manis.

30 menit kemudian Dewi sampai di depan SMA nya dulu. Setelah membayar ongkos ia merapikan bajunya dan membetulkan letak tali tas di bahunya. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, jri tangannya seketika sedingin es, dan tak disadarinya senyum di bibir tetap mengembang.
“Dewi, sorry lama ya tunggu aku?”suara merdu dan sekelebat wangi tubuh membuatnya menoleh. Indra, teman SMA nya datang menghampirinya. Wajahnya tetap sama, air mukanya juga sama, hanya bidang dadanya yang melebar, tegap tubuhnya juga berbeda dari dulu.

“Oh Indra, apa kabar?” Dewi menutupi gejolak hatinya dengan basa-basi bertanya kabar.

“Baik. Ayo Wi langsung aja yuk?” Indra tanpa basa-basi mengajak Dewi menuju ke sisi samping sekolah, jalan kecil dengan jajaran rumah dinas kosong tak berpenghuni dan beberapa waruung kecil di kedua sisi jalan. Pandangan Dewi langsung menuju ke salah satu warung tenda besar yang mungkin bisa menampung lebih dari 50 pembeli. Ia mengikuti Indra dan segera mengambil tempat di salah satu kursi kosong depan laki-laki tua sekitar 75 tahunan yang asyik menyeruput kuah dari mangkuknya sampai berbunyi ramai.

“Pesen seperti biasanya kan WI?”Tanya Indra memastikan.

“Iya.” Dewi menjawab singkat dan kemudian larut dalam obrolan panjang bersama laki-laki yang selalu dikaguminya itu.

Hampir tujuh menit berlalu dan seorang pelayan membawa nampan berisi dua piring lontong dan dua mangkuk sup kikil sapi. Ia dan Indra terdiam dan kemudian kompak mengambil sendok dan garpu di wadah di atas meja. Dewi melihat mangkuknya dengan takjub. Irisan daging berlemak dari bagian kaki sapi berpadu dengan kuah kuning kunyit dan aneka rempah lain. Wangi gurih semerbak menggelontorkan liur dari pangkal leher memenuhi mulutnya.  Bawang goreng yang berenang bebas di atas permukaan sup membuatnya kalap untuk memasukkan tiga sendok penuh sambal dan mengaduk perlahan campuran daging kaki sapi, otot, dan lemak.

Dewi ingat betul dokter memintanya untuk berhenti makan lemak hewani yang gurih tiada tara dari masakan apapun. Kolesterolnya jahat membuat sendi-sendi kehilangan kelicinan ketika saling berpadu. Tapi ini hari khusus. Ada Indra yang mengajaknya bertemu membicarakan desain interior karyanya yang dipesan kantornya minggu lalu, ada juga ajakan menikmati semangkup sup kikil sapi dari Inda pujaannya dulu dan sekarang.

Dewi menyorongkan sendok melewati tumpukan dadu lontong dan sepotong lontong berhasil menempel di sendoknya. Ditanamkan sendok itu pada limpahan daging kaki sapi yang berlemak. Diambilnya potongan yang paling besar ditelannya dengan penuh keyakinan.

Mendadak nafasnya tersengal. Dewi berusaha menelan potogan daging dan mengambil nafas di saat yang bersamaan. Tenggorokannya tercekat. Makin ditelan makin tersiksa. Tangannya dikepal-kepalkan seakan kekuatan menelan terkumpul di situ. Ia menepuk bahu Indra, sambil membuka rahang selebar-lebarnya. Daging kaki sapi macet mandeg di kerongkongannya. Keras menutup rongga kerongkongan.  Hanya di tangan Indra ia berharap ada bantuan.



#ODOPBatch6
#Fiksibebas

Review Cerpen Ketika Kucingmu Pergi Sebentar


Ketika Kucingmu Pergi Sebentar ilustrasi Bayu Wicaksono/Media Indonesia 

Dari sekian banyak cerpen yang ada di lakonhidup, ada satu yang langsung menarik hati saya. Cerpen ini berjudul Ketika Kucingmu Pergi Sebentar. Saya pilih karena saya adalah penyuka kucing, jadi saya berharap akan membaca cerita yang menarik.

Buat saya cerpen ini indah dari susunan kata dan kalimatnya. Penulis yang sudah banyak menerbitkan karyanya tentu punya jam terbang tinggi tetapi isi dan alur certanya biasa saja. Konflik kurang greget. Walaupun sejalan dengan ide awal yang dibangun, tentang apa yang terjadi ketika si kucing pergi, tetapi cerita ini terkesan biasa saja. Untuk cerpen yang diterbitkan di harian besar saya punya ekspektasi lebih.

Cerpen menggambarkan tentang dua orang pedagang pasar yang kenal baik, bahkan sudah seperti saudara yang kemudian saling hajar dan mengakibatkan pasar terbakar karena si kucig menghilang. Salah satu pedagang, Rusli dituduh sengaja menghilangkan kucing liar yang disayang Matondang. Nah, di cerpen ini tidak dijelaskan bagaimana Matondang menyayangi kucingnya. Kucing liar yang tak sengaja tidur di depan lapak milik Rusli diusir, kemudian diterima oleh Matondang. Penulis tidak jelas menggambarkan bagaimana kuatnya ikatan hati antara Matondang dan si kucing yang diberi nama Roro Kendul.

Roro Kendul digambarkan membawa rezeki. Ini pun tak jelas seperti apa kedahsyatan Roro Kendul sehingga kepergiannya layak dibayar dengan adu jotos yang berujung terbakarnya pasar. Bagi saya yang suka kucing, walaupun hanya menawarkan tempat tidur dan makan, saya bisa menggambarkan kesedihan hati saya ketika, misalnya si kucing hilang. Saya juga bisa menceritakan mengapa kucing sangat berharga buat saya. Tapi di cerpen ini tak dijelaskan sedramatis itu.

Rusli juga diceritakan mengusir Roro Kendul ketika pertama kali ditemukan di toko. Tidak diceritakan jika misalnya Rusli punya perangai buruk, suka menyiksa kucing dan lain sebagainya. Jadi saya menyimpulkan Matondang berperangai sangat buruk sehingga mudah emosi ketika tak bisa menemukan Roro Kendul. Tak ada hal istimewa di diri Roro Kendul tapi hanya Matondang yang beringas. Maka kemudian saya jadi bertanya-tanya, lalu apa spesialnya si Roro Kendul ini. Benarkah ia pembawa rezeki dan keberuntungan?

Terbakarnya pasar karena kedua toko milik Rusli dan Matondang yang tetap menyala sampai pagi menjadi penutup cerita yang dramatis. Tapi penambahan drama kebakaran ini buat saya jadi kurang natural. Alur dan jalan ceritanya bagus tapi isi ceritanya kurang menggigit.

Bagaimana pendapat Sahabat, tertarik membaca cerpen ini? Silakan baca dengan klik link disini.



#ReviewCerpenLakonHidup
#ODOPBatch6
#TantanganReviewCerpen


Friday, November 23, 2018

Ayo Bergabung di Blogger Perempuan

sumber: khttps://www.pexels.com/photo/beach-woman-sunrise-silhouette-40192/

Mengapa memilih bergabung di Blogger Perempuan? Mengapa tidak? Sahabat, saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bergabung di jaringan blogger perempuan yang sudah mampu mendekatkan lebih dari 4000 blogger di seluruh nusantara. Karena itu saya pilih untuk bergabung di sini.

Dunia blog dan IT sebagian besar dikuasai oleh laki-laki. Saya berusaha belajar dan dengan menemukan komunitas ini maka segalanya jadi lebih menyenangkan. Beberapa alasan spesifiknya sih seperti yang berikut ini:
  1. Saya perempuan, dan karena itu saya ingin bergabung dengan komunitas yang berisi perempuan-perempuan yang inspiratif bagi saya. Untuk saya, semua perempuan yang memulai suatu hal sebelum saya adalah inspirator.
  2. Platform Blogger Perempuan mewadahi parablogger untuk saling berbagi pengalaman lewat niche spesifik yang “perempuan banget”.
  3. Saya bisa berkumpul, bertemu, dan belajar dari para blogger perempuan (untuk saat ini saya sudah bersua dengan beberapa lewat medsos, semoga segera terwujud lewat acara kopi darat).
  4. Blogger Perempuan menyediakan pelatihan blogging dan aktivitas yang mendukung blogging baik melalui kegiatan offline dan online.
  5. Blogger Perempuan juga mengajak para anggota untuk bisa berdaya lewat karya-karyanya yang bisa menghasilkan uang.

Beberapa alasan ini membuat saya makin jatuh cinta dengan jaringan blog wanita ini. Semangat membangun antarperempuan adalah suatu hal yang patut dirayakan dan didukung oleh semua perempuan Indonesia.
Terlepas dari alasan di atas, saya ingin membiasakan diri untuk terus menulis dan menulis. Mengikuti tantangan adalah sebuah hal yang hampir menjadi kewajiban bagi saya. Sekali saya berhenti aktif menulis maka sulit untuk memulainya kembali. Karenanya begitu tuntas menyelesaikan satu program tantangan menulis maka saya mencari tantangan berikutnya.
Thanks God I’ve found Blogger Perempuan. Tantangannya keren, komunitasnya kece, dan banyak kejutan lain yang saya temukan setelah mempelajari tentang komunitas top markotop ini.
Jadi, saya mengajak sahabat-sahabat sekalian untuk ikut mendukung tantangan 30 Hari Menulis di Blog oleh Blogger Perempuan. Buktikan jika perempuan bisa jadi blogger keren, setidaknya itu cita-cita saya. Semoga terwujud.  

#BPN30DayChallenge
#BloggerPerempuan

Review Buku : Tommy Si Pengadu dan Cerita-cerita lainnya



dibaca di Ipusnas


Judul Buku          : Tommy Si Pengadu dan cerita-cerita lain
Penulis                 : Enid Blyton
Penerbit              : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan               : Kesatu 1985
Halaman              : 196

Bulan November ini ingin saya isi dengan banyak membaca buku cerita anak. Kangen rasanya mengingat kembali ke masa kecil. Saya sudah beberapa kali menuntaskan buku cerita anak dan banyak pelajaran yang bisa saya tauladani sebagai orang dewasa.

Buku yang saya pilih adalah karya Enid Blyton. Saya acak saja memilih membaca buku ini dari Ipusnas. Dan oh di tengah buku saya baru sadar sepertinya saya mengenal buku ini, seperti sudah membaca sebelumnya. Dan benar saja, saya sudah membacanya ketika saya masih SD dulu. Saya inget cerita “Bila Mainan Marah” dan “Tempat Tidur Berjalan” dari buku ini. Oh betapa luar biasa otak yang dicipta Tuhan, bisa membuat saya mengingat kembali hal yang terjadi puluhan tahun yang lalu.

Buku ini berisi tujuh cerita:

  1. Gara-gara Uangnya Terbang
  2. Terompet Mobil Idaman
  3. Krak!Krak!Krak!
  4. Bila Mainan Marah
  5. Tommy SI Pengadu
  6. Tempat Tidur Berjalan
  7. Binky Si Tukang Pinjam

Tiap cerita memberikan pesan yang sangat berharga bagi pembacanya. Ilustrasinya bagus, khas cerita Eropa, dan kalimat sederhana tapi penuh makna membuat saya yang orang dewasa pun sangat menikmati cerita demi cerita nya.

Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari cerita-cerita di buku ini adalah tentang menjadi anak yang aktif yang bisa menghargai alam lebih dari uang (Gara-gara Uangnya Terbang), ini bisa jadi cerita yang sangat mendidik bagi anak-anak kita kelak. Cerita berjudul Terompet Mobil Idaman mengajarkan tentang kerja keras dan ekonomi kreatif loh. Menarik bukan? Krak!Krak!Krak! berpesan tentang menjadi anak yang penurut dan banyak cerita dengan pesan moral yang penting dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Enid Blyton piawai menggambarkan dunia anak dan bagaimana memberikan pesan pada anak-anak lain di seluruh dunia untuk berbuat baik dan menjadi anak manis. Showing di buku ini juga sangat indah walaupun disampaikan dengan singkat. Buktinya sampai saya membaca buku ini lagi di usia saya sekarang, saya masing mengingat tentang bunga mangkokan. Entah apa imajinasi saya tentang bunga mangkokan sama dengan yang ada di luar negeri tapi kekuatan tulisan sederhana Enid Blyton memberikan memori yang membekas sampai saya dewasa.

Pelajaran lain dari cerita-cerita di buku ini baiknya tidak saya ceritakan di sini. Silakan baca dan nikmati buku ini. Sekali lagi, buku anak tidak melulu cocok dibaca oleh hanya anak-anak. Karena orang dewasa pun bisa belajar banyak darinya.


#TantanganReviewBuku
#ODOPBatch6
#KelasFiksi





Thursday, November 22, 2018

Review Film – The Help

Poster film The Help (kiri) dan parodi poster tersebut (kanan)
sumber: https://bit.ly/2zlVHrf


Film ini teradaptasi dari novel berjudul sama karya Kathryn Stocketts (2009). Film ini berkisah para asisten rumah tangga (the help) Amerika di tahun 1960an. Di masa itu segregasi antara kulit putih dan kulit hitam sangat kental terasa. Para asisten rumah tangga sekaligus pengasuh anak-anak kecil di masa itu pun mengalami diskriminasi dan perilaku rasis dari para majikan. Mereka berangkat kerja dengan bus khusus yang isinya hanya orang kulit hitam, mereka tinggal id perkampungan kulit hitam, dan anak-anak gadis mereka sudah dipersiapkan menjadi asisten rumah tangga, generasi selanjutnya. Sementara itu tuan rumah adalah orang-orang sosialita kulit putih yang lebih tahu tentang cara bersosialisasi daripada mengurus anak. Bahkan mendiamkan anak yang rewel saja mereka tidak tahu caranya, termasuk bagaimana jika si kecil ingin buang air.

Perilaku rasis dari sejawat sosialita ini mendapat tentangan dari Skeeter, seorang gadis cerdas yang bercita-cita menjadi jurnalis dan penulis. Ia awalnya menulis sebuah kolom tentang masalah urusan domestik rumah tangga di koran yang menggajinya. Karena tidak terbiasa mengurus rumah maka ia bertanya pada salah satu asisten rumah tangga yaitu Aibileen. Percakapannya pun dilakukan dengan takut-takut karena kemudian Aibileen diminta untuk bercerita tentang kehidupannya sebagai asisten rumah tangga kulit hitam di rumah kulit putih.

Ia akhirnya mengagkat isu tentang perilaku diskriminasi yang diterima oleh para asisten rumah tangga. Salah satu yang paling saya ingat adalah tentang toiet yang dipisah antara kulit hitam dan kulit putih. Toilet kulit hitam dianggap kotor, penuh dengan kuman, dan bisa menyebarkan penyakit berbahaya. Banyak hal-hal lainnya yang kemudian bisa menjadi sebuah bukti perilaku rasis warga Amerika.

Di tahun itu juga pembunuhan terhadap John F. Kennedy, presiden Amerika Serikat, pembela kesetaraan hak asasi manusia dan kesetaraan kulit hitam dan putih terjadi. Semua orang kulit hitam dipersekusi dan makin ketakutan. Bagi Aibileen, menyuarakan pendapat untuk proyek buku Skeeter sama seperti mengadu nyawa bagi Aibileen dan asisten rumah tangga lainnya.

Adalah seorang pembantu yang bernama Minnie yang merasa terhina karena suatu malam di tengah hujan petir deras ia tak bisa menggunakan toiletnya yang ada di luar rumah. Ia nekad memakai toilet majikan dan kemudian dipecat karenanya. Demi hak dasarnya yaitu persamaan hak menggunakan toilet dan hak-hak lain maka ia mendorong Aibileen dan asisten rumah tangga lain yang lebih dari speuluh orang jumlahnya untuk bersuara lewat buku yang ditulis Skeeter.

Film ini adalah salah satu film yang menjadi box office di peluncuran perdananya. Berbagai penghargaan juga berhasil disabet baik oleh para artisnya. Academy Award untuk aktris wanita terbaik, dan Golden Globe Award untuk artis pendukung wanita terbaik adalah dua dari sekian banyak pengharagaan yang diberikan untuk film ini.

Terlepas dari penghargaan dan popularitas yang disabet, film ini menjadi pengingat akan sejarah kelam bangsa besar seperti Amerika Serikat yang sebenarnya sampai sekarang pun masih berjuang melawan rasisme. Ini juga menjadi catatan bagi saya dan bisa jadi Sahabat semua, untuk belajar tentang kesetaraan hak dan antirasisme.

Bagian paling saya suka di film ini adalah ketika Minnie berganti majikan dan bekerja di kediaman Celia, yang dikucilkan teman-teman kulit putihnya karena ia dianggap sebagai wanita murahan karena menjadi istri dari mantan pacar salah satu kaum sosialita. Celia adalah wanita baik yang tidak rasis dan bersahabat. Ia juga memperlakukan Minnie lebih dari sekedar asisten rumah tangga.

Bagian lain yang saya suka adalah ketika buku yang ditulis Skeeter berhasil terbit dan menjadi best seller. Semua orang membacanya, bahkan para elit sosialita yang kemudian menjadi malu dan saling lempar tudingan, padahal jelas-jelas mereka adalah kaum rasis yang ditulis di buku.

Bagi saya film ini ratingnya 4,5 dari 5. Sangat menghibur, sangat realistis, dan sangat menyenangkan untuk ditonton berkali-kali. Saya berniat menontonnya lagi akhir pekan ini untuke kelima kalinya J



#TantanganReviewFilm
#ODOPBatch6
#OneDayOnePost

The Story Of My Name

https://bit.ly/2qXVSV1



If I'm gonna tell a real story, I’m gonna start with my name.
(Kendrick Lamar)

Mengapa makopako jadi nama blog saya? Ah sebenarnya saya malu untuk menceritakan hal ini karena sifatnya personal sekali dan ya bisa dibilang alay a la  muda-mudi lah. Tapi karena ini adalah bagian dari tantangan #BPN30DaysChallenge2018 maka apadaya, rahasia dapur harus dibuka.
Adalah saya dan suami, yang saat itu masih jadi pacar yang sering mengolok satu sama lain. Olokan romantis penuh candaan yang membuat kami jadi makin mesra ehem ehem. Waktu itu pacar suka tidur. Masa pacaran kami yang berjarak membuat komunikasi hanya lewat pesan WhatsApp. Karena suka tidur, jam 7 malam pun pacar saya sudah tidur, maka kemudian saya juluki si koala. Karena faktanya koala bisa tidur lebih dari 12 jam sehari.

Buatnya, saya pun begitu. Bulat seperti koala yang melingkar di pohon. Maka saya adalah koala kedua. Akhirnya, karena kami sama-sama koala maka pacar jadi papa koala yang disingkat Pako dan saya adalah mama koala yang disingkat Mako. Alay ya? Atau sweet romantic sih sebenarnya? Hahahaha, bagaimana menurut sahabat?

Saya menggunakan nama makopako karena blog awalnya saya tujukan untuk menulis tentang kehidupan pasangan. Saya agak ragu karena toh saya pun masih baru menikah, belum banyak pengalaman berumah tangga. Tapi saya pikir lagi bukankah cerita tentang kehidupan, terutama kehidupan berumah tangga ini punya kekhasan yang bisa jadi tidak sesuai untuk jadi panutan bagi pasangan A tapi sesuai untuk pasangan B. Karenanya kemudian saya menulis tentang pernikahan, mencari cinta, dan seiring dengan terjunnya saya dalam aneka kompetisi menulis, maka kemudian banyak tulisan fiksi yang masuk. Temanya jadi bercampur dan saya putuskan ini adalah lifestyle blog yang masih mengulas hal-hal menarik tentang kehidupan, sesuai untuk yang sudah menikah atau yang belum.

Oh ya, satu lagi, nama makopako menurut saya berima dan mudah diingat. Tidak panjang dan tidak mudah salah ketik, jadi saya rasa sesuai untuk jadi nama blog. Karena bercerita tentang nama adalah hal yang harusnya pertama kali dibahas, dan menunjukkan siapa saya, maka postingan ini juga jadi pengingat untuk membuat konten blog yang berkaitan dengan pemilihan nama itu sendiri.


#BPN30DaysChallenge2018
#Bloggerperempuan

Wednesday, November 21, 2018

Pilih-Pilih Tema Blog Favorit, Makin Dipilih Makin Pusing?


www.pexels.com


Tema blog apa yang paling menarik untuk ditulis? Tema blog apa yang paling disukai?
Sahabat, pernahkah kebingungan untuk menentukan tema yang sesuai dengan passion dan selera pembaca yang akan memperngaruhi ramainya blog kita? Ini adalah hal yang juga saya alami tiap memulai proyek blogging. Bagi saya ini seperti tantangan besar, menulis untuk kesenangan atau menulis untuk mendapatkan uang? Baiknya sih dua-duanya, tentu saja!


Bagi saya yang masih pemula dalam hal professional blogging maka asal bisa menulis dengan konsisten adalah suatu pencapaian besar buat saya. Menulis tak semudah yang dibayangkan, tetapi juga bukan hal yang sulit luar biasa. Asal ada niat pasti ada jalannya, dan bukan hal yang aneh jika kemudian konsistensi ini menguap begitu saja. Masalah utamanya karena manusia punya banyak urusan dan prioritas yang kacau balau membuat acara blogging juga kacau. Karena itu, selagi saya bisa menuliskan banyak hal di kepala saya maka blogging untuk membuat saya disiplin menulis cukup berhasil.


Akhirnya, temanya gado-gado. Dan yang saya tahu jenis tema ini masuk niche lifestyle. Jika bisa mengerucut pada satu saja jenis tema maka ini akan jauh lebih baik. Kembali pada pertanyaan awal, tema blog apa yang paling menarik untuk disukai? Bagi saya menulis tentang pengalaman hidup dan cerita inspiratif adalah tema yang keren. Tapi jika saya ditanya tema blog yang saya sukai, yang tidak perlu saya tulis sendiri, maka jawabannya adalah blog tentang makanan. Oh saya sangat suka makan makanan.

Sering saya berpikir apakah saya harus membuat blog khusus tentang makanan? Apa yang saya tahu tentang makanan? Apakah saya akan menulis resep-resep makanan padahal saya tak jago masak? Atau saya akan menulis review tentang makanan? Ah, kemudian saya tak banyak hunting makanan akhir-akhir ini.

Baiklah, kemudian saya kembali pada niat awal saya, saya ingin menulis dengan baik, konsisten, rajin, dan informatif. Ada banyak cerita hidup yang bisa saya bagi dan karenanya tema blog tentang lifestyle tampaknya yang paling memungkinkan untuk tetap saya pegang. Oke, saya akan mencoba konsisten untuk mennghasilkan tulisan-tulisan bermutu yang masuk dalam tema lifestyle yang tujuannya adalah untuk membagi informasi dan pengalaman dengan para pembaca. 

Apa tema blog favorit Sahabat?




#BPN30dayChallenge
#BloggerPerempuan



Tuesday, November 20, 2018

Blogging Itu Seru, Ayo Berkarya Lagi

Photo by rawpixel.com from Pexels


Blogging sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Saya mengenal blog mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Apakah kemudian saya sudah jadi blogger profesional yang menghasilkan? Tentu tidak hehehe. Ini semua berkaitan dengan kurang ilmu, kurang silaturahmi, dan kurang konsisten.

Kurang ilmu ya karena blogging itu tentang banyak hal. Mulai dari bagaimana membuat tampilannya menarik, layak dikunjungi, enak dibaca, bisa jadi sumber pemasukan uang jajan dan lain sebagainya. Kurang silaturahmu berkaitan dengan urusan blogwalking alias jalan-jalan ke rumah blogger lain. Saling mengunjungi berpengaruh pada…ah saya lupa apa istilahnya. Yang jelas traffic blog yang baik akan meningkatkan popularitas blog itu sendiri. Selain itu, kunjungan dan komentar dari pembaca akan membuat saya semakin bersemangat menulis. Sekali lagi, ini belum maksimal saya lakukan. Yang ketiga, konsistensi, inilah hal terberat. Niatan untuk terus mengisi blog biasanya kencang di awal dan kendor di pertengahan. Endingnya? Tentu saja blog terbengkalai bertahun-tahun.

Entah sudah berapa blog yang saya buat sampai sekarang. Yang masih saya isi hanya satu blog. Lainnya paling tidak masih say aingat passwordnya. Sisanya? Saya bahkan tak tahu username dan kata kuncinya lagi. Betapa banyak blog-blog terbengkalai itu. Oh ya, saya bahkan sempat membuat blog dengan domain berbayar yang akhirnya juga tersia-siakan, kosong tak terupdate dan rugi uang karena membayar hosting domain. Awalnya saya pikir dengan membeli domain yang berbayar maka saya akan bisa memaksa diri untuk rajin menulis. Ah ini pun alasan klise, tanpa diniati dengan tekad kuat dan konsistensi menulis yang baik ya percuma saja.

Dengan banyak melihat blogger sukses dan saya pun ingin sukses di dunia blogging, maka saya mengikuti beberapa tantangan menulis dan tantangan blog. Buat saya sukses blogging untuk nantinya menghasilkan uang mungkin butuh waktu tahunan. Tapi kesuksesan yang sebenarnya adalah ketika tulisan-tulisan saya bisa menghibur pembaca, mendatangkan komentar baik, memberikan pengetahuan baru, menambah teman, dan membuat saya lebih produktif di rumah. Itu yang utama. Blogging juga menjadi sarana untuk saya terus berlatih menulis. Menjadi penulis dan blogger adalah cita-cita yang selalu saya bayangkan tapi belum terwujud.

Semoga dengan mengikuti challenge dan menimba ilmu dari Blogger Perempuan saya bisa belajar dan berkarya lebih baik lagi.




#BPN30dayChallenge
#BloggerPerempuan

Monday, November 19, 2018

Partitur Piano di Sobibór

https://bit.ly/2ToO7o6


Adina menuntun sepedanya sepulang dari balai kota. Dengan cepat ia melintasi jalanan yang sedikit lembap karena kabut datang terlambat pagi ini. Senyum menghiasi wajahnya dibantu oleh paduan apik bandana merah jambu dan jas wol rajutan tangan bibinya dari Austria. Dengan baju lapis seteal itu pun ia masih merasa dingin perlahan membuat kaku buku-buku jarinya. Ah, dia gugup. Seperti hari-hari yang lain ketika ia bertemu Heinrich.

Mereka akan bertemu di restoran milik Hermann, sahabat Heinrich. Tidak, restoran yang menyajikan kopi terbaik di Warsawa tepatnya. Bahkan orang dari kota lain jauh di hulu Sungai Wolbórka juga sibuk datang ke restoran Hans. Padahal restoran ini baru buka menjelang makan siang, tapi biasanya belasan orang sudah mengantri di depan pintunya. Adina membayangkan secangkir kopi dengan roti bakar dan buah segar. Biarlah musim menjelang ke awal musim gugur, buah-buahan kering masih pas menemani hari yang merangkak siang.

Adina tiba di restoran itu dan langsung menuju ke pintu samping menghindari tiga orang lelaki setengah baya yang mengantri untuk secangkir kopi dengan bagel atau mungkin muffin. Ia menuju dapur karena di situlah Hermann dan Heinrich berada.

Adina dan Heinrich selalu bercengkerama sampai waktu makan siang usai, dengan atau tanpa Hermann. Ia terlalu sibuk dengan tukang masak dan pelanggan restorannya. Seringkali riuh restoran membuat keduanya pindah duduk ke lorong samping restoran. Cerita tentang keadaan di gedung balai kota dan kelas piano adalah topik yang tak ada habisnya untuk diobrolkan. Hari ini Adina sudah menyiapkan cerita tentang Izaak, pegawai baru yang mengacau di hari pertamanya bekerja. Ia juga membawakan beberapa buku partitur piano yang tak sengaja ditemukan di tumpukan kardus bekas milik atasannya, khusus untuk Heinrich.

Suasana sambutan yang dingin dan kurang ramah diterima Adina baru saja setelah tuntas memarkir sepeda dan selangkah masuk ke pintu belakang restoran. Hermann meludah kecil sambil spintas melihat ke arah Adina.

“Sebaiknya kau pergi hari ini.” Heinrich merangkul bahu Adina dan membawanya keluar restoran.
“Ada apa? Mengapa Hermann begitu?”

“Kau pulang saja. Tolong, jaga dirimu baik-baik. Dengarkan aku baik-baik, jaga dirimu, kau haru berjanji padaku. Ingat kau harus menjaga keselamatan keluargamu, terutama dirimu sendiri. Langsung pulang dan ajak kedua adikmu. Beri tahu orang tuamu untuk segera berkemas. Tinggalkan Warsawa.” Heinrich berkata tegas, jelas, tapi entah mengapa Adina tak memahamii barang sepatah kata pun yang didengarnya.

“Heinrich, apa maksudmu? Mengapa aku harus pergi. Bagaimana dengan rencana liburan kita ke Vladivostok? Katamu kita akan membicarakan tentang liburan kita berdua hari ini.” Adina protes dan menolak pergi dari restoran.

“Adina, dengarkan aku. Sekali ini saja, jangan buat aku mengulangi lagi perkataanku. Demi keselamatanmu dan keluargamu segeralah berkemas dan tinggalkan kota ini. Pergilah ke rumah pamanmu di selatan atau ke rumah adik ibumu di Zaslaw.” Nada suara Heinrich yang serius untuk kedua kalinya meyakinkan Adina bahwa sesuatu akan terjadi dengan kotanya. Ia melangkah menuju sepedanya.
“Kau masih mencintaiku kan?” tanyanya pelan, kali ini matanya mencoba menangkap jawaban dari mata Heinrich.

“Cinta tidak kita butuhkan di masa seperti ini. Usah kau tanyakan lagi.” Jawab Heinrich datar. Ia berjalan masuk kembali ke restoran dan menikmati remuk redam hatinya. Sikap kasarnya akan menyelamatkan Adina. Makin ia berlama-lama dengan gadis yang baru dikencaninya tiga bulan ini, makin berat tanggungan siksa di batinnya. Heinrich merogoh saku celananya. Kotak beludru dengan dua cincin itu masih ada di sana. Lamaran yang dipersiapkan untuk Adina ketika nanti berlibur di Vladivostok harus dikubur. Saat ini waktu berkejaran dengan bahaya, cinta tak perlu ada di masa seperti ini. Toh adanya cinta takkan menyatukan mereka.

“Sudah kau usir gadis Yahudi itu?” tanya Hermann

“Ya.” Jawab Heinrich singkat kemudian duduk dan mencecap kopi di cangkir tua yang sedikit dingin.
 
“Mereka hanya sampah.” Hermann sengaja membuat Heinrich dengan jelas mendengar kata sampah. Lalu ia bercakap-cakap dengan kokinya.  

***
8 Oktober 1939

Dua hari setelah Adina dicampakkan Heinrich, ia dan keluarganya tiba di Sobibór. Mereka berencana akan mengunjungi adik ibunya di Zaslaw tapi kereta api tak lagi beroperasi. Mereka menumpang truk pengangkut ternak bersama keluarga Friedman tetapi kemudian dihentikan tentara Schutzstaffeln tepat sebelum memasuki Sobibór.

Adina dan ibunya dipisahkan dari kedua adik laki-laki dan ayahnya. Ia berbaju terusan dengan garis vertikal yang sedikit apek bau keringat. Seluruh barang pribadinya sudah digeledah dan disita oleh tentara Schutzstaffeln wanita, belakangan diketahui namanya Bett. Hanya buku partitur untuk Heinrich yang berhasil disembunyikannya. Ia menghuni barak besar dengan lima belas ranjang susun yang beralas tipis. Sudah ada enam wanita di dalamnya sebelum ia datang. Semuanya sama, berbaju garis.

Suara perintah dalam bahasa Jerman didengarnya pagi sampai malam. Raungan sirine untuk ini dan itu dipelajarinya hanya dalam waktu sehari. Bersama ratusan penghuni kemp ia bekerja pagi sampai sore hari untuk segala kebutuhan tentara Schutzstaffeln. Ia bertani dan ibunya di bagian jahit-menjahit,

Setelah dua bulan ia bekerja di sana, hanya sekali melihat ayah dan kedua adiknya. Setelah itu hanya sekelebat gerak ayahnya yang tertangkap mata. Kemp untuk laki-laki terpisah dari wanita. Di saat malam yang melelahkan datang, ia memeluk buku partiturnya. Diucapkan doa untuk Heinrich agar ia juga selamat dari kerja paksa yang membingungkan ini.

***
2 Januari 1940


Setelah hampir tiga bulan di tempat ini, jumlah penghuni wanita bertambah hampir tiga kali lipatnya. Mereka datang dengan kereta yang berhenti di dekat batas kota Sobibór. Wajah penumpangnya kusut masut dan lemas. Adina tak tahu kereta tak berjendela itu mengangkut ratusan orang yahudi dari berbagai sudut kota untuk disatukan di kemp tempatnya bekerja.

Adina melihat ke arah pendatang baru dan dilihatnya sesosok pria tegap dalam seragam Schutzstaffeln. Ia mengernyitkan muka dan mencoba memusatkan padangannya melihat sosok itu dari kejauhan. Itu Heinrich. Tampak gagah dengan seragam Schutzstaffeln nya. Adina senang, Heinrich rupanya sangat memperhatikan keadaannya. Ia akan keluar dari kemp ini. Seketika langkahnya ringan dan senyumnya terkembang. Diangkutnya karung benih dengan riang. Ia akan pulang.

“Mengapa kau tersenyum?”Anet, teman sebarak bertanya padanya ketika mereka menanam bibit bersama.

“Aku akan pulang.” jawab Adina singkat.

“Darimana kau tahu?” tanya Anet heran.

“Aku yakin. Kekasihku di sini.”

“Kekasih? Yang mana? Baru datang?”

“Ya.” jawab Adina singkat.

“Semoga itu benar terjadi. Ibuku tak kembali dari semalam. Sudah kutanyakan pada petugas, katanya ibuku dipindah ke bagian lain. Ibu, nenek dan bibi Agata yang sudah tua juga tidak kembali. Bahkan ada tiga hari lamanya. Dora juga mengalami hal yang sama. Adik-adiknya yang masih kecil tak lagi terlihat sudah seminggu. Aku heran ada apa dengan kemp ini. Kemana semua orang-orang tua dan anak-anak pergi.” Anet tetap bekerja walau ada nada getir di suaranya.

“Sebentar, aku akan kembali.” Adina meninggalkan Anet dan menyelinap dari pengawasan petugas menuju ke baraknya. Ia menghambur ke kasur ibunya dan tak ada lagi bantal, selimut, dan sedikit barang ibunya. Semuanya lenyap. Dicarinya buku partitur kesayangannya di antara sela tempat tidurnya. Ada di sana. Ia menemukan secarik kertas lusuh dengan tulisan tangan yang sangat dikenalnya. Tulisan ibunya.

“Adina. Jaga dirimu baik-baik. Semoga kau bisa keluar dari sini. Jangan pernah lengah. Maaf ibu selama ini diam, ini semua demi keselamatanmu. Kau harus tenang dan gunakan otakmu untuk kabur dari sini. Waktu ibu tak lama. Mereka membunuh semua orang tua dan anak-anak. Kabarnya mereka dibakar hidup-hidup, ada yang bilang ditembak di ladang jagung di ujung kemp. Ibu tak tahu kebenarannya. Ibu hanya berdoa yang terbaik untukmu, adik-adik, dan ayahmu. Semoga mereka baik-baik saja. “ begitu isi suratnya.

Adina menengok ke luar jendela, hujan abu datang lagi. Sudah hampir seminggu setiap jam Sembilan pagi abu turun setelah diterbangkan angin. Mungkin batu bara mengeluarkan polusi, ataukah ini abu pembakaran mayat ibu , nenek, dan bibi nya Agata dan Dora? Ataukah…

Dor! 

Suara keras memecah gelisah batinnya. Perlahan ia keluar dari barak dan melihat di kejauhan seorang pria terkapar dengan kepala berlumuran darah. Dua orang laki-laki lainnya berlutut dengan gemetar di samping sang pria malang. Seorang tentara SS – Schutzstaffeln menodongkan pistol ke tempurung kepala lelaki kedua. Tentara itu Heinrich.





Catatan:
Sobibór adalah kemp pemusnahan masal yang dibangun dan dioperasikan oleh SS, satuan organisasi langsung di bawah kepemimpinan Adolf Hitler dan partai Nazi. Kemp ini dibangun di dekta rel kereta api pada Perang Dunia Kedua. Tercatat lebih dari 250,000 orang Yahudi dibunuh di sini.






#TantanganFiksiHistoris
#ODOPBatch6

Sunday, November 18, 2018

Sang Penjaga

Photo by Burak K from Pexels



Aku mengerling pada temanku di sisi lain ruangan, aku menguatkannya, mencoba menabahkan hatinya. Ia akan melalui hari-hari yang panjang. Ia harus menemani ibu muda yang baru saja kehilangan bayi pertamanya. Perlukah kukatakan, calon bayinya? Hilang nyawa dalam rahim ibu, yang katanya bagian paling kuat dari manusia, tapi tetap saja jabang bayi itu meregang nyawa.  Bukan nasib baik untuknya.

Sendu dan kelabu wajah kawanku, dalam hidupnya yang sudah payah ia kembali redup, ibu bayi diselimuti kesedihan sambil mengejan mengeluarkan si kecil tak bernyawa itu dari tubuhnya. Bisa kurasakan pahit derita kawanku.

Di sebelahnya, kawanku yang lain berbinar benderang menunggui kasur yang tak berpenghuni. Tidak, ia tidak bahagia. Hatinya pun gundah, penuh kebosanan. Hanya saja ia berusaha tetap cemerlang seperti biasanya. Rumor banyak beredar, siapapun yang di bawah penjagaan kawanku akan bernasib buruk. Kejamnya manusia dan mulut lancangnya.

Aku? Aku selalu mencoba berbahagia. Aku menyaksikan kelahiran demi kelahiran di bawah pengawasanku. Belum ada nyawa menghilang di sini seminggu terakhir. Tawa dan tangis kebahagiaan deras berderai. Ah, manusia, tangis dan tawanya sungguh tak kumengerti.
Tak pernah aku tertidur dalam tugasku. Selalu aku dibuat terjaga, menyala

Tekad Kuat

sumber: detikfood




“Adin, nggak makan?” sahabatku menepuk pundakku dan mengajakku pergi ke kantin kampus. Sudah jadi ritual harian kami, setelah kuliah pertama hari Senin kami mengobrol santai sambil jajan di kantin Bu Eko.

“Nggak, Mit. Sorry lain waktu ya?” pintaku tanpa memindahkan mataku dari buku yang baru kubeli semalam di acara diskon buku besar di kotaku.

“Tumben Din. Yakin nih nggak lapar? Kamu puasakah? Eh, tadi kamu baru minum air setengah botol, jadi kamu nggak puasa.” Mita meralat sendiri pernyataannya.

“Iyalah, sekali-sekali.” Kujawab singkat, aku tak ingin Mita tahu aku sedang berdiet. Walaupun sahabat dekat, jika menyangkut hal-hal positif baru pasti dia akan menanggapinya dengan suka cita yang menurutku terlalu berlebihan. Atau dia akan menceritakan pada teman-teman lain dan menjadikanku sebagai role model atas suatu perbuatan yang menurutku biasa-biasa saja dan malah membuatku merasa tak nyaman.

“Hm…lagi diet ya?”Mita menggodaku dan kurasa nada bicaranya mengandung unsur investigasi. Ah, tak ada hal tentangku yang ingin dia lewatkan.

“Nggak diet Mit, cuma tadi sudah kenyang aja.” kujawab bohong dengan alasan paling humanis dan masuk akal yang bisa kubuat. Kuyakin Mita akan berhenti mengajakku atau menanyakan banyak hal padaku hanya karena aku tidak ikut ritual jajan hari Senin.

“Ya udah deh. Kalau kamu mau ikut nanti tinggal kabari ya? Jawabnya sambil menggoyang gawainya, menekankan padaku betapa pentingnya berkabar soal jajan di kantin itu.

“Iya, beres.” Jawabku singkat sedikit tersenyum.

“Oke lah. Aku ke kantin dulu ya Din? Mau antri nih, teman-teman ingin coba menu baru di Lezato. Warung baru sebelah kantin Bu Eko. Jualan mi ayam ceker pedas loh. Saking enaknya sampai harus antri.” ujar Mita mengakhiri deskripsi rencananya.

“Mi ayam ceker pedas?”kutelan ludahku membayangkan kaki ayam berselimut bumbu merah kecoklatan dengan resep tumisan yang aduhai. Diletakkan di atas tumpukan mi kenyal berkuah bening dengan apungan lemak ayam di permukaan kuahnya. Tambahan daun bawang dan bawang goreng yang melimpah dipadu acar mentimun yang asam manis. Oh nikmatnya.

“Aku ke kantin dulu ya Din?”Mita membuyarkan lamunanku.

“Ikut Mit.” Jawabku tak ingin tertinggal antrian mi ayam yang kabarnya termasyur di kampus.




Lara Brizo

Photo by Emiliano Arano from Pexels


“Kita tidak akan mungkin bisa bersama.” Brizo berkata lembut dengan penuh kesedihan dalam suaranya. Aku menatap matanya yang berlari menghindari tatapanku. Aku tahu hari ini akan tiba. Brizo mengangkat dagunya dan melempar pandang jauh ke horizon. Aku menikmati keindahan paras Brizo dengan rambut jahe menyala hangat yang selalu menyala di batinku.

“Akhirnya hari ini datang juga.” aku berkata pasrah. Kebas rasa tubuhku, inikah perasaan orang yang ditinggalkan seseorang yang dicintai? Karena terlalu menyakitkan sampai tak ada rasa yang tersisa? Apakah besok atau lusa rasa pedih itu menyerang? Datang terlambat?

“Kau sudah menduganya? Atau sudah lama memikirkannya?” Brizo bertanya tanpa menoleh ke arahku. Ia tetap melihat jauh ke lepas pantai.

Aku diam saja tak menggubris pertanyaannya. Aku berusaha menjaga semua akal sehatku setelah berbulan-bulan lamanya rehat untuk mengalah pada keyakinanku. Seberapa kuat aku menjaga kewarasanku toh kisah cinta dua alam ini takkan bisa dipertahankan. Sudah berkali-kali aku menerima, menolak, menimbang, mempertanyakan, dan menjawab, apakah mungkin cintaku pada dewi air ini bisa kekal abadi. Bagaimana nasibnya dan apa yang terjadi padaku jika kami bersatu?

“Aku tak akan melupakan pengorbananmu saat menolongku kala terhunus pedang Aegaeon. Aku takkan lupa amukan badai yang dibuatnya sampai kau dan awak kapalmu hampir meregang nyawa. Dalam keadaan seperti itu Tuhan membuka matamu, melihatku bertarung dengan setan badai dewa Aegaeon, entah kekuatan apa yang kau punya tapi kau selamatkan aku darinya. Siapa yang menyangka baling kapalmu mengenai rantai emas yang terikat di tubuhnya. Jika kau tidak istimewa, kau tidak akan bisa menyelamatkanku. Melihat kami pun kau tak bisa. Maka aku berjanji akan selalu menjagamu.”

“Tapi kemudian kau meninggalkanku.” kujawab dengan pertanyaan paling egois yang kutahu pasti menyakiti Brizo.

“Aku menjaga nelayan dan mereka yang berlayar. Sampai kapanpun tugasku adalah panggilan jiwaku.” jawabannya kurang memuaskanku walaupun apa yang dikatakannya benar.

“Maka kembalilah kau ke alammu. Jaga kapal-kapal yang berlayar di lautmu. Aku tak akan pergi melaut lagi. Aku tak ingin mengingat kisah ini kembali. Melihat lautan seperti menaburi luka dengan garam. Kau takkan pernah tahu betapa besar cintaku padamu. Aku tak bisa memaksamu tapi aku juga tak bisa memaksa diriku untuk berlapang dada menerima pahitnya kisah ini. Kau tahu jalan pulangmu.” aku meninggalkan Brizo, berjalan menjauhi pantai perlahan tanpa melihat lagi ke arahnya. Perpisahan paling kejam yang bisa kulakukan. Tapi ini semua untuk kebaikan kita berdua.
Makin aku menahannya, makin berat kepergiannya. Makin aku menguatkan diri, makin sakit hatiku. Ia tak tahu aku sudah mengumpulkan semua totem, jimat, dan alat untuk mengubahku jadi makhluk laut, walau jadi kasta paling rendah di negerinya. Setelah ada lima puluhan langkah, kubuang semuanya dari tas kulit kayu yang melingkari pinggangku. Aku pergi dengan sedih dan amarah yang entah kutujukan untuk siapa.

***
Brizo, sang dewi penjaga nelayan merasakan kesedihan yang membuncah. Sudut matanya tergenang penuh dan sambil memegang perut, ia berenang ke tengah lautan. Menenggelamkan diri di sana dan memanggil kawanan lumba-lumba yang akan mengawal masuk ke istananya. Dinyanyikan dengan pilu lagu untuk angin dan camar, dibisikkannya pesan untuk selalu menjaga si pelaut, sang terkasih. Dibawanya janin buah kasih sayangnya pada pelaut yang tidur lelap di rahimnya ke rumahnya. Kelak ia akan jadi dewa yang kuat di laut yang mampu mempertahankan laut dari jarahan manusia, dan ia akan melindungi mereka yang diamuk ombak buatan Aegaeon, si dewa badai.


Catatan:

Dalam kepercayaan Yunani Kuno Brizo adalah dewi penjaga pelaut, nelayan, dan orang-orang di laut. Dia dipuja oleh kaum hawa dari daerah Delos yang biasanya melarung makanan di kapal-kapal kecil sebagai persembahan.

Aegaeon atau lebih dikenal sebagai Poseion adalah raja laut yang menguasai sungai, badai, banjir, kekeringan, gempa bumi dan bencana lainnya. Dia mengatur segala aspek kelautan. Ia adalah anak dari Oceanus dan Tethys

Thursday, November 15, 2018

Timor Lorosa'e

Photo by Dio Hasbi Saniskoro from Pexels


“Mengapa kita tinggal di sini Kak?” suara Lerowai membuyarkan lamunanku.

“Karena kita memang ditakdirkan tinggal di sini.” jawabku singkat.

“Takdir itu apa?” tanyanya lagi.

“Nanti kau tau. Sana bantu ibu, cepat.” usirku yang tak mau lagi diusik dengan rentetan pertanyaan Lerowai, adik bungsuku.

Lerowai menurut saja meninggalkanku di beranda rumah. Ia menaiki lantai papan reot rumah kami yang bunyinya seperti meringkik tak kuat menahan beban kami bersembilan yang tinggal di atasnya. Aku melihat jauh mencoba mencari cakrawala tapi yang nampak hanya semburat mega mendung menyeruak di langit sisi barat yang seharusnya cerah.

Aku mengumpulkan semua harapanku untuk melihat jauh ke depan tapi yang kupunya hanya kesedihan dan amarah yang membuncah. Kedua rasa bengis itu seperti ingin meluap keluar dari ragaku tapi tercekat sampai di pangkal leherku. Tak bisa aku murka padanya yang telah memberikanku banyak kenikmatan. Tak bisa aku berpaling dari rasa cinta yang bukan dari hatikusaja, tapi menguar dari seluruh pori-poriku juga.

Baru tahun lalu aku pergi diundang bertemu dengan orang terhormat yang menyematkan bintang jasa di dadaku. Dijabatnya tanganku, digoncangkan dan dengan mata berkaca-kaca diucapkan banyak terima kasih darinya atas usahaku memajukan tanah kelahiranku, menghapus buta aksara, mendorong anak dan orang tua hidup jorok seperti babi peliharaan kami yang berkeliaran dekil dan berkubang kotor, tak terhitung banyaknya hal yang diselamati oleh orang itu atas jasaku. Aku ingat ia bilang, “Kau anak muda harapan bangsa. Kami berhutang banyak padamu. Tanah kelahiranmu butuh 100 orang sepertimu. Kamu kebanggaan Indonesia.” indah bukan?

Teringat olehku syair syahdu lagu Indonesia Raya stanza ketiga yang menggetarkan kalbu itu. Janji dan baktiku pada negeri bernama Indonesia tak akan hilang, walau kini aku terusir jauh, terlempar, terserak bersama ratusan orang dari kampungku melewati batas buatan manusia yang bernama Pos Lintas Batas Negara. Tanda jasaku tak mampu menyelamatkanku dari perpecahan yang terlalu keji ini. Hanya dengan adik dan ibuku aku hidup di tanah asing ini.

Ayahku mati ditembak milisi anti-kemerdekaan Timor-Leste yang dibantu tentara Indonesia. Hanya karena saat itu ayah lupa mengelap keringatnya dengan kaus FRETILIN. Diteriakkannya cinta Indonesia tapi tak digubris. Ayahku, panutan hidupku, terkapar oleh mereka yang negaranya kucintai. Sanggupkah aku bertahan melawan murka nestapaku?

Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri, 
N'jaga ibu sejati.
Indoneisa, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
Indonesia Abadi.
S'lamatlah rakyatnya,
S'lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Neg'rinya,
Majulah pandunya, 
Untuk Indonesia Raya.


Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...