sumber gambar: https://goo.gl/ma3d1h/ |
Sahabat suka nonton film India? Pernah nonton film 3 Idiots
yang dimainkan Aamir Khan dan ? Saya mengutip salah satu kalimat yang diucapkan
profesor Viru, salah satu tokoh penting di film itu. I berkata, “Life is a Race,
you run or you die. Simple” Begitu katanya. Apakah menurut Sahabat hidup ini
adalah perlombaan?
Sebagai wanita tiga puluh tahunan maka perlombaan paling
nyata bagi saya adalah mencari suami. Garis finishnya adalah pernikahan. Bagi
saya pribadi sepertinya ini adalah perjuangan dan perlombaan maha berat. Tiap
tahun silih berganti undangan dan kabar pernikahan berdatangan. Setiap datang
acara reuni keluarga dan pertemuan keluarga pembahasan selalu pada “Gimana?
Sudah dapat calon? Jangan lama-lama. Segera cari, ayo jangan di rumah saja. Bla
blab la.” Tidakkah Sahabat merasakan betapa hidup ini tidak tenang? Saya harus
berlari dan mencari garis finish itu?
Saya, sama seperti umumnya wanita Indonesia lain merasa
bahwa pernikahan memang sebuah perlombaan. Siapa cepat dia tenang. Karena topic
pertanyaan dalam aneka acara keluarga berkaitan dengan urusan ini. Bertemu
teman lama pun pertanyaannya berputar pada masalah ini. Jadi, oke menikah sama
dengan lomba. Tetapi ini pemikiran yang terlalu picik.
Menikah bukanlah perlombaan tetapi adalah sebuah komitmen
antara pria dan wanita dewasa yang dibuat atas kesadaran yang
dipertanggungjawabkan pada diri sendiri, keluarga, negara, dan agama. Ini
definisi saya pribadi. Pernikahan adalah sebuah komitmen artinya ada
kesepakatan dan kesungguhan yang dibuat untuk hidup bersama sampai ajal datang.
Mengapa saya sebut komitmen antara pria dan wanita dewasa? Karena bagi saya
hanya yang dewasa yang bisa melakukannya. Dewasa itu usia berapa? Bagi saya
pribadi, bagi yang secara psikologis dan psikis sudah dewasa. Jika usia masih
awal dua puluhan dan dibilang masih terlalu muda tetapi sudah bisa berpikir
dewasa maka why not? Sama halnya jika
yang bersangkutan sudah merasa dewasa tetapi fisik masih enam belas tahun maka
saya rasa belum layak juga.
Saya menyebut pernikahan dibuat atas kesadaran karena memang
ketika punya keinginan menikah harus benar-benar sadar. Ingat kan dengan drama
Korea yang sering menunjukkan adegan tidak sengaja menikah karena mabuk? Bisa
juga dalam kasus pernikahan dini karena adat, saya ambil contoh Mahatma Gandhi
yang menikah pada usia 13 tahun karena pernikahannya diselenggarakan bersamaan
dengan pernikahan dua orang kakaknya, agar irit budget maka diselenggarakan
bersamaan. Padahal ia sendiri tidak tahu arti pernikahan. Komitmen dibuat oleh
orang tua tanpa kesadaran penuh pihak yang menikah. Betapa bahayanya jika ini
terjadi.
Terakhir komitmen yang dibuat dalam kesadaran penuh ini
harus dipertanggungjawabkan pada banyak pihak. Yang pertama pada diri sendiri.
Karena sudah memilih untuk menikah maka saya, misalnya, harus bertanggung jawab
atas pilihan saya kepada diri saya yang utama. Bahwa ini adalah sebuah pilihan
dan sebuah tanggung jawab yang saya emban dengan suka cita. Kemudian saya juga
harus bertanggung jawab atas pernikahan saya pada keluarga besar. Ketika saya menikahi
seorang pria, saya juga menikahi seluruh keluarga besarnya. Saya harus
menikmati tinggal bersama sanak saudara yang bertambah banyak jumlah dan
karakternya.
Pertanggungjawaban juga saya berikan pada negara. Kok negara? Lha iya,
kan saya akan mencatatkan pernikahan pada lembaga negara, maka saya tunduk pada
peraturan yang mengikat saya dan suami nantinya. Saya juga harus bertanggung
jawab memelihara keluarga baru saya untuk bisa hidup bahagia di negara ini dan tunduk
pada aturan-aturan negara. Misalnya, punya kartu keluarga yang susunannya baru,
melaporkan jika ada kelahiran, mencatatkannya, kemudian mendidik anak saya
untuk menjadi manusia Indonesia yang baik.
Hal maha penting lainnya adalah mempertanggungjawabkan
pernikahan saya pada agama, pada Allah, Tuhan yang saya puja. Maka bukankah
segala tindak tanduk saya harus selaras dengan tuntunan agama dan wajib
dipertanggungjawabkan kelak?
Pernikahan bukan sebuah lomba. Pada lomba, Sahabat
mempersiapkan diri dan menikmati menjadi pemenang. Segala persiapan menuju
pernikahan adalah persiapan lombanya, dan ketika Sahabat sudah sah menjadi
milik sesorang maka mahar adalah pialanya? Saya rasa tidak seperti itu.
Pernikahan adalah sebuah rahmat yang diterima untuk dipelihara dengan komitmen
kuat. Ia bukan lomba, tetapi hadiah yang wajib dirawat.
Jangan takut jika Sahabat belum bertemu someone special yang
akan dinikahi. Hadiah datang ketika tiba saatnya. Ini bukan perlombaan tetapi
ini adalah usaha kita manusia untuk selalu berusaha berperilaku baik terhadap
sesama dan mengharap hadiah dari-Nya segera datang untuk kita. Life is not a
race. Life is a bless and we have to nurture the blesses. Hidup bukan
perlombaan. Hidup adalah berkah dan kita harus merawat berkah itu (untuk
mendapatkan keberkahan lainnya).