Wednesday, November 7, 2018

Susu di Pagi Hari

Photo by rawpixel.com from Pexels



Tiga hari dalam seminggu aku gembira menanti Jim. Tukang susu yang mengantarkan susu segarku dalam dua botol kaca ukuran 500ml. Terkadang aku memesan ukuran dua liter jika orang tuaku datang berkunjung. Mereka bilang susu di rumahku lebih enak dari susu di rumah mereka di timur London. Terkadang aku juga memesan yogurt, kentang, roti sourdough dan crumpets untuk sarapanku yang harus rendah gula. Kudengar crumpets sangat bagus untuk penderita diabetes.

Pertemuanku dengan Jim sendiri adalah bagian yang tidak ingin kuhilangkan dalam bagian hidupku. Dulu ketika aku masih bekerja di Shoreditch, kawasan bisnis bekas kawasan miskin di London, aku hanya mendapati botol susu yang berbaris rapi di dalam lemari pendingin. Inez, pembantuku sudah menatanya agar siap kuminum ketika pulang kerja. Setelah aku berhenti bekerja aku mulai mengambil sendiri botol susu dari depan pintu rumah, dan kemudian tak sengaja bertemu dengan Jim.

Jim seusiaku, tinggi tubuhnya hampir enam kaki. Dahinya sedikit lebar tertutup sedikit saja oleh ikal rambut kecoklatannya. Pipinya bersemu kemerahan karena lembab udara London di pagi hari. Sedikit cambang tersisa entah disengaja atau tidak ada di kedua sisi pipi dan menjalar ke dagunya. Wajahnya nampak sedikit kasar tapi guratan di sudut bibirnya menunjukkan dia orang yang ramah. Bau tubuhnya bercampur antara eau de toilette, pewangi mobil pengantar susu dan gurih lemak susu. Tapi itu bau tubuh yang kusuka. Jantan, sederhana, dan wangi.

Awalnya kutawarkan teh hangat padanya dan kuberikan beberapa pai labu yang kumasak malam sebelumnya. Hanya sebagai ucapan terima kasihku atas jasanya mengantarkan susu tepat waktu. Lama kelamaan kami banyak bicara dan aku undang dia mampir ke rumahku setelah ia selesai mengantar susu. Tidak lama karena ia harus segera kembali ke majikannya. Beberapa kali kuundang dia datang makan malam tetapi sering ditolaknya karena ia tinggal di dekat Peter Dairy, perusahaan susu dan aneka olahan turunannya milik si majikan. Ya, 75 mil bukan jarak yang dekat.

Hatiku terpaut pada Jim. Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Mungkin bukan cinta juga bukan sayang, tetapi aku merasa membutuhkannya. Bertemu dengannya membuat hari-hariku menyenangkan. Entah mnegapa itu terjadi. Kehadiran Jim memberi efek yang menenangkan sekaligus menegangkan. Aku menikmatinya.

Semalam ia berjanji akan mengunjungiku sore hari untuk makan malam yang lebih awal. Ia tetap mengantarkan susu di pagi hari dan segera kembali ke Southampton agar bisa mengunjungiku sore harinya. Karenanya, seperti hari Senin dan Jumat, aku menunggunya di depan pintu rumahku. Sudah kubuatkan seporsi chip butty, sandwich berisi kentang goreng dengan saus tomat, mayonais, dan saus coklat dalam  tangkupan roti bermentega asin. Kumasukkan dalam kotak makan yang sudah kukeringkan dari mesin pencuci piring tadi pagi.

Aku tersenyum melihat van berlogo Peter Dairy berhenti di depan jalan rumahku. Aku berdiri siap menyambut Jim. Seorang pria tua turun membuka kap belakang van dan menurunkan 3 botol susu pesananku sambil melihat catatan pengiriman.

“Pagi ma’am.”sapanya ramah.

“Di mana Jim.”tanyaku heran mengabaikan salamnya.

“Oh, I’m so sorry ma’am mulai sekarang aku yang menggantikan Jim. Anak muda itu semalam tewas di dekat Salisbury dalam kecelakaan setelah selesai mengantar susu. Semoga Anda tidak kecewa aku menggantikan Jim. Semoga ia tenang di sana.” Ucapnya lirih dan kemudian menyodorkan tangan untuk kujabat, “Aku pamannya.”  



19 comments:

  1. Replies
    1. Karena yg happy ending uda biasa hehehehe. makasih udah mampir kakak

      Delete
  2. Langsung ending ya mb? Hehe kirain masih ada lanjutannya ee:((

    ReplyDelete
  3. Speecless kok akhirnya begetoh, Omegod God

    ReplyDelete

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...