![]() |
https://www.pexels.com/photo/adult-autumn-beauty-blue-268791/ |
“Darimana kamu?
Seingatku bukan sekarang giliranmu mengatur hujan.” Pluie bertanya dalam curiga
melihat Pioggia yang berjalan cepat melewatinya dengan kikuk. Ia merasakan ada
yang ganjil dengan temannya itu.
“Aku hanya menjalankan
tugas.” jawabnya singkat.
“Siapa yang
menugaskanmu?”
“Dewan.” Piaggio
menjawab lirih dan segera berlalu, ia bahkan tidak lagi melihat mata Pluie
sahabatnya.
Pluie makin curiga
dengan apa yang terjadi pada tanah Aros akhir-akhir ini. Semua terasa berbeda.
Yang jelas semua orang menghindarinya, semua orang mengacuhkannya. Ini sudah
berlangsung barang 10 hari. Apakah ini karena hubungannya dengan Marie
diketahui orang lain? Ia berpikir dalam gelisah. Berteman dengan manusia bukan
hal yang baik walaupun tidak juga dilarang. Mencintainya? Itu perkara pelik
yang bisa mengancam kaumnya dan manusia, bukan hanya dirinya pribadi.
Pluie melangkah ragu
menuju ke Sala, tempat berkumpul para tetua dan dewan. Setiap hari para dewan
akan berkumpul, berdiskusi tentang banyak hal dan melakukan aneka penunjukan
serta pengangkatan. Ketika berkumpul mereka selalu menghidangkan zaitun dan quiche sayur, tentu saja tidak ada
daging dan unsur hewani karena kaum Aros hanya makan tumbuhan. Zaitun dan quiche jadi menu wajib di Sala. Setiap menghadap
angota dewan, Pluie selalu menahan nafas karena ia sudah mual membau makanan
yang bertahun-tahun terhidang di meja dewan. Ia bahkan sempat berpikir makanan
yang terhidang mungkin diberi pengawet sehingga ibu-ibu di dapur utama tak
perlu repot-repot memasak hidangan yang sama berulang kali.
Diskusi yang dilakukan
juga membahas aneka hal yang terjadi di tanah Aros. Mulai penamaan bayi yang
baru lahir, pemakaman kaum Aros yang wafat, penentuan hari berkabung, perbaikan
rumah, pembersihan Sala dan rumah kaum, dan banyak hal lainnya. Masalah
terpenting tentu saja adalah penentuan jadwal pembuat hujan. Itu tugas utama
kaum Aros. Hujan di bumi didatangkan Pluie dan semua kaum Aros. Tentu saja ada
ketentuan mengenai kapan, siapa yang mendatangkan hujan, dan hujan seperti apa
yang didatangkan.
Pluie adalah golongan
Palladium. Ia sudah naik tingkat dari golongan terendah, Rhonium yang hanya
bisa mendatangkan rintik hujan. Golongannya, Palladium bisa mendatangkan hujan
gerimis. Ia sangat menyukai kenaikan pangkatnya. Hujan gerimis banyak disuka
manusia. Hujan tidak lebat, ada, tapi tak terlalu membasahi bumi. Cukup sebagai
penawar dahaga tanaman yang mendamba hujan, bisa juga menyejukkan cuaca sejenak
sehingga hewan-hewan bisa tidur santai melingkar di bawah pepohonan.
Ia dulu juga diangkat
dan dinobatkan naik golongan oleh anggota Dewan Aros. Ini tugas terpenting
mereka, menentukan siapa yang layak naik kelas, pindah ke golongan yang lebih
tinggi atau bahkan menurunkan dan yang
terburuk, mencopot mereka dari golongannya ke golongan yang lebih rendah. Ada
ujian dan pantangan yang mentukan seseorang bisa naik atau turun golongan.
Ujian panjang bernama
ketekunan, keikhlasan, kesungguhan, dan kerja keras selama tujuh hari siang
malam itu dinilai oleh para dewan yang sudah berada pada golongan tertinggi,
Rhodium. Di tangan mereka hujan badai dengan petir menyambar bisa tercipta. Mereka
hanya mengeluarkan rapalan doa dalam pejaman mata tanpa nyanyian suci untuk
mendatangkan hujan selebat dan semencekam itu. Sedangkan Pluie yang hanya
golongan Palladium perlu bermeditasi, menyanyikan lagu pengiring datangnya
hujan dalam pujian yang menyayat hati, dan melakukan tarian lembut dengan
tongkat berbahan logam palladiumnya yang gerakannya sudah dipelajari susah
payah selama lebih dari dua bulan dan diuji dalam ujian kenaikan golongan.
Kini Pluie berhadapan
dengan pintu besar berbahan kayu oak yang berukir lambang kaum Aros. Ukiran
dibuat oleh kakek buyutnya, dihiasi lingkaran daun zaitun dan awan mengembang
di bagian paling atas. Dia sudah sampai di Sala. Tempat yang minggu lalu masih
merupakan tempat biasa baginya untuk melapor ia telah mengundang hujan datang,
tapi kini tempat ini jadi asing dan mencekam. Tidak ada pilihan lain ia
mendorong pintu besar itu dan seketika deheman saling bersahut dan obrolan para
anggota dewan berhenti seketika.
“Masuklah Nak.”seorang
anggota dewan golongan Rhodium menyilakannya masuk ke dalam Sila.
“Terima kasih
Pak.”Pluie masuk, langkahnya terdengar jelas menyapu lantai, padahal ia sudah
mengayun tinggi-tinggi kakinya tetapi ia masih juga terseok berjalan dalam
degup jantungnya yang tak lagi berirama.
“Duduklah.”orang yang
sama menyilakannya. “Tunggu sejenak, setelah ini Ame akan memulai pembicaraan
kita hari ini.”
“Ya Pak.”jawab Pluie.
Seketika tenggorokannya tercekat. Ia tahu ini perkara pelik. Tak mungkin
anggota dewan memanggilnya tiba-tiba hari ini. Jadwal pembuat hujan hari ini
sudah ditentukan, jatuh ke tangan Pi, ia bertugas membuat hujan lebat tanpa
angin hari ini, ia dari golongan yang sama dengan Pluie, lalu mengapa Pluie
masih datang melapor ke para dewan di Sala?
Seorang laki-laki
berjenggot putih lebat dengan uban berbaur rambut abu-abu berdehem dan
merapatkan buku-buku jari tangannya, seakan ia mencengkeram telapak tangan
kosongnya. Wajahnya sedikit memerah dan alisnya mulai menyatu berkumpul di
tengah dahi. Ia menatap lurus ke Pluie yang duduk tegak, tegang, di kursi
beludru yang sedikit apek baunya. Terlalu banyak orang Aros yang duduk di
atasnya menghadap dewan sehingga pasti pengurus Sala tidak sempat mencucinya. Demi
citra dirinya Pluie duduk tegak memantaskan dirinya tegar di depan Ame, ketua para
dewan. Apa yang diucapkan Ame adalah titah. Ia pemegang janji, penegak janji,
dan penjaga janji tanah Aros.
“Pluie! Pergi kau dari
Aros. Sekarang juga!”
Pluie terhenyak kaget
dengan ucapan Ame yang tiba-tiba dengan suara menggelegar itu. Ucapan itu
adalah hal yang paling ditakutinya, hal yang sudah diperkirakan mungkin terjadi
tetapi tetap tak dinyana akan benar-benar terjadi. Pluie merasakan seluruh
keringat dinginnya bercucuran seirama dengan detak jantungnya yang berlarian
kesana-sini. Lututnya serasa hilang tempurung dan rahangnya mencengkeram kuat
barisan gigi geligi di sekitarnya. Getaran hebat bibir atas dan bawah diredam
dari perintah otak yang sebenarnya tidak lagi bisa berpikir.
Semua orang di Sala
tidak ada yang bereaksi. Tidak satupun membela Pluie. Ia tahu pamannya ada di
sana tetapi diam membisu. Sekilas dari sudut matanya ia bisa melihat tak
satupun anggota dewan menunjukkan rasa belas kasihan kepadanya.
“Tahu kau apa salahmu! Pergi
dan jangan pernah kembali ke Aros! Tanggalkan semua yang berasal dari tanahmu
ini. Lupakan Aros. Pergi!” hardiknya terakhir kali.
Setengah lemas Pluie menanggalkan semua yang
ada di tubuhnya. Ia menelanjangi tubuhnya, lembaran toga putih tak berjahit pun
dibuat di Aros. Semua yang melekat padanya adalah dari Aros, ia pun orang Aros.
Jika bisa dikuliti tubuhnya ia akan melakukannya dan meletakkan seluruh
badannya tanpa jiwa di depan Ame dan para dewan.
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
No comments:
Post a Comment