![]() |
sumber: https://bit.ly/2J9WQWC |
“Ada masalah? Tadi kamu banyak bicara” Stretcher bertanya
pada Wheely si kursi roda yang mendengus kesal.
“Kau lihat sendiri kan aku baru kembali ke posisiku” jawab Wheely.
“Iya, aku tahu kita berdua sudah kembali ke posisi
masing-masing. Lantas apa yang salah? Ada yang melipatmu kasar?” Streetchair
berusaha mencari tahu arti kesal di raut wajah Wheely.
“Itu masih mending. Ada yang ngompol di badanku. Parahnya
paramedis itu, tidak mengelap badanku. Ia langsung menyorongku ke sini. Pasiennya tadi ngompol. Urinnya merembes dari
popok yang dipakainya. Aku bau!!” Wheely merah padam kesal mendapati badannya
mulai berbau pesing.
“Ah kau kurang bersyukur. Masih bagus nasibmu hanya berbau
pesing. Apa kamu lupa kamu masih sangat berjasa? Kamu masih bisa mendorong
pasien tadi masuk cepat dari ambulance ke ruang gawat darurat. Tidakkah kau ingat bagaimana nasib Scale? Si timbangan
tua itu sudah tak tahu ke mana rimbanya. Aku lihat dua hari yang lalu seseorang
mengeluarkannya dari sebelah loket pendaftaran. Setelah itu ia tak pernah kembali lagi. Ingat
kan jika jarum di tubuh Scale sudah tidak akurat lagi? Suka bergerak tak tentu
arah. Orang yang menaikinya bingung dibuatnya. Scale selalu tampak lelah.
Kasihan ia.” Stretcher bercerita panjang leabr tentang kemalangan temannya yang
lain. Ia berusaha membesarkan hati Wheely dengan musibah kecilnya.
“Sudah berapa lama Scale tinggal di sini?” Tanya Wheely.
“Entah, jauh lama sebelum aku datang di rumah sakit ini.”
Stretcher menjawab.
“Mungkin kau benar. Masih banyak yang bernasib jauh lebih
buruk daripada aku.” Ia mencoba menegakkan tubuhnya, sedikit menggerakkan
bagian-bagian tubuhnya agar angin ikut membantu memudarkan aroma pesing yang
making menguat.
“Iya sobat. Banyak yang lebih buruk nasibnya. Coba kau ingat
nasib Urinal, apa dia tidak lebih nelangsa darimu? Berapa liter urin yang sudah
ditampungnya? Toh ia tidak mengeluh. Ia bisa berdamai dengan nasibnya. Tak ada dia
pasti semua pasien bingung hendak berhajat. Belum lagi nasib Spuit, merana
sekali dia. Anak-anak kecil berteriak histeris ketika tahu ada Spuit yang siap
menusuk lengan-lengan mereka. Padahal dia sangat baik, tanpanya bagaimana
mungkin vaksin dan aneka cairan ajaib itu bisa masuk menyelamatkan tubuh-tubuh yang
payah itu? Toh sebaik apapun dia, tetap saja banyak yang membencinya. “
Stretcher bersiap menceritakan keluh kesahnya kemudian
“Dan…sobatku, tidakkah kau lebih jauh beruntung dari aku?
Berapa nyawa sudah hilang ketika berbaring di atasku? Aku menemani pasien di
dalam ambulance, di ruang gawat darurat, di ruang perawatan, dan di ruang jenazah. Aku sudah berusaha mengantarkan mereka untuk
mendapat nasib yang lebih baik dan toh tetap saja banyak yang meregang nyawa di
atasku. Aku setia menemani mereka ketika malaikat pencabut nyawa itu datang.
Itu sangat mengerikan sobat “ Stretcher mengakhiri ceritanya dengan menahan
rasa sedih bercampur takutnya.
“Kamu benar Stretcher. Aku kurang bersyukur atas nasibku.
Harusnya aku tahu diri.” Terima kasih sobat. “balas Wheely.
…
Hening.
Saat itu jam berdentang 11 kali. Sudah menjelang larut
malam. Keduanya berdiri lesu di sudut rumah sakit dekat meja pendaftaran,
berusaha tegar menatap tugas mereka selanjutnya.
#TantanganODOP6 #onedayonepost #odopbatch6 #fiksi
No comments:
Post a Comment