![]() |
Photo by Irina Kostenich from Pexels |
“Kamu mau apa?” Kudengar suara berbisik perlahan di
telingaku.
“Kamu mau apa??” Suara itu mulai terdengar tak sabaran.
“Aku tahu kamu tidak mudah berpisah denganku. Kita sudah
bersama lama sekali. Aku yang paling setia di antara semuanya!” Katanya lagi
setengah kesal padaku.
Aku benar-benar bingung dibuatnya. Kuakui dia memang yang
paling setia. Tidak pernah juga aku tergoda dengan jenisnya yang lain. Buatku
ia sempurna, tak tergantikan, tunggu….haruskah ia mulai kugantikan. Sebenarnya
tidak ada yang salah darinya. Dari tiap jengkal tubuhnya ada rasa yang susah
kujelaskan. Nikmat, memabukkan, candu duniaku.
“Kenapa tak kau coba lagi? Ayo sini coba kita kembali rujuk
seperti dulu.” Katanya mulai menggodaku.
Aku kalut. Aku tak habis pikir bagaimana bisa ia tidak bosan
merayuku. Aku sudah menolaknya berkali-kali dengan susah payah. Pernah habis
kesabaranku dan kucampakkan ia begitu saja. Itu mungkin terjadi hanya 2 kali
dalam 2 bulan terakhir ini. Sesudahnya aku merasa tidak enak, pada diriku dan
padanya.
Sekarang, dengan rayuannya apa yang harus kukatakan? Sudah
habis semua alasanku untuk menjauhkannya dari hidupku.
“Kamu tidak perlu berusaha sekeras itu. Kamu tahu aku yang
kamu butuhkan saat ini. Kamu tahu aku yang paling bisa mengerti dirimu. Dalam
setiap keadaan kita dulu selalu bersama. Mengapa sekarang kamu begini?”
suaranya melunak, membelai manja telingaku.
Ia melanjutkan,”Dulu siapa yang menemanimu kabur pertama
dari SMA? Siapa juga yang membantumu terjaga mengerjakan lembaran skripsi kuliahmu?
Oh..dan itu, Mia kekasihmu si pencemburu itu, ketika ia menghancurkan hatimu,
siapa yang membantumu menata kembali semangatmu? Itu hanya 3 contoh dari ribuan
hal yang sudah kulakukan bersamamu. Hal penting untukmu semata, bukan untukku.”
Pekiknya.
Makin terpojok aku mendengarkan kata-kataya. Semua benar.
Banyak hal sudah kulalui bersamanya, baik dan buruk. Aku berpikir keras, aku
benar-benar gundah.
Ah...sudah. Cukup
sudah. Kamu menang. Aku menginginkanmu, hanya kamu. Dan padamu, teman matiku,
aku tumpulkan otakku lagi. Kamu hanya membawa kematian makin dekat padaku tapi
aku tetap ingin melaju sisa waktuku
bersamamu.
Kuambil korek dan
kunyalakan rokok, teman matiku. Kuhisap dia dalam-dalam, kunikmati tubuhnya dan
aku tahu dirinya siap membawa ratusan racun pembunuh masuk ke dalam tubuhku.
Hanya ada sakit berujung kematian padanya tapi aku sudah memilih mati
bersamanya. Karena bebal otakku, karena dia membebalkan syaraf berpikirku.
Sungguh merugi orang-orang sepertiku.
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
No comments:
Post a Comment