Sunday, September 16, 2018

2 Bungkus Pita Rambut

sumber: https://bit.ly/2HlkYEd


Banyak orang bilang kita tidak akan bisa benar-benar menyadari pentingnya seseorang sebelum dia pergi meninggalkan kita. Saya jadi teringat postingan-postingan remaja masa kini yang sering menukil kalimat tersebut di media sosial. Ada benarnya, paling tidak bagi saya yang mengingat kembali pentingnya kehadiran ibu dalam hidup saya. Berkat beliau banyak pelajaran yang saya dapat, tentang kehidupan dan berinteraksiyang baik dengan orang-orang dalam kehidupan ini.
Setelah hampir 10 tahun ditinggal Ibu menghadap Sang Khalik, pelan-pelan memori masa lalu terbongkar. Seperti lembaran-lembaran naskah cerita yang tercerai berai, otak saya merapikan dan menyusun dengan urutan yang saya tidak sadari betul susunannya. Teringat saja semua kejadian masa lalu, justru kejadian-kejadian lebih 20 tahun yang lalu yang paling membekas. Pada akhirnya lembaran cerita bernama kejadian penuh makna itu memberikan saya pesan, pelajaran, dan pengingat bagi saya saat ini dan untuk kehidupan saya sebagai calon ibu nantinya.
Salah satu pelajaran berharga yang paling saya ingat adalah tentang bebruat adil.  Lembaran memori itu menorehkan banyak gambar masa lalu tentang usaha ibu berbuat adil untuk saya dan kakak saya. Saya menyadari betul betapa berbuat adil adalah salah satu hal yang sulit dilakukan.  Buat saya definisi kata adil itu tidak berat sebelah, tidak memihak dan menguntungkan salah satu pihak saja.
Ibu saya, melahirkan anak pertama, kakak saya dan kemudian disusul dengan kelahiran saya 4 tahun kemudian. Ibu bercerita sengaja memberikan jarak kelahiran agar tidak kerepotan mengurus kami berdua. Seperti ibu bekerja lainnya, ibu jumpalitan mengurus kami yang masih kecil. Saya tidak pernah menanyakan kenapa ada jarak usia antara saya dan kakak sampai 4 tahun, saya rasa harapan Ibu adalah agar kakak lebih mudah menerima kehadiran saya di keluarga, di usia manjanya Toh ternyata banyak masalah dan cerita seru yang didapatkan ibu ketika membesarkan kami berdua, khususnya bagaimana beliau berbuat adil bagi kami, putri-putri kecilnya.
Ibu saya pasti mengalami tantangan yang sama ketika saya dilahirkan dan melengkapi keluarga kami, dari yang awalnya 3 orang menjadi 4 orang.  Saya anak terakhir di keluarga. Ibu sering sedih dan marah ketika kami berebut barang, saling iri, dan saling mencari perhatian. Sekarang ketika saya dewasa, saya menyadari bahwa ini tantangan lumrah atau bahkan takkan alpa dari kehidupan ibu berputra lebih dair satu. Yang bungsu butuh perhatian karena usianya lebih muda, menuntut pehatian lebih entah karena memang belum mampu melakukan segalanya sendiri atau memang sedang ingin manja-manjanya. Sementara, seringkali, sulung mengeluh atau merasa terpinggirkan. Bisa jadi dia berpikir sudah ada di rumah lebih lama daripada adiknya, tetapi harus mengalah dan menghadapi segalanya dengan “kedewasaannya” atas dasar usia yang lebih tua.
“Mbak kan sudah besar, ngalah dong sama adik. “ “Ngalah dong mbak, adiknya diberi dong.”
Atau…
“Ayo mbak, dibagi dengan adiknya. Tidak boleh pelit, harus sayang saudara.” Begitu kata ibu. Hebatnya, kakak memahami kata abstrak “mengalah” dengan memberikan barangnya pada saya. Hebat sekali! 
                Dari banyak complain seperti “Mama ga adil!” dan “Ma….mbak lo gam au bagi. “ serta ,”Ma, kenapa sih adik kok dapat lagi, kan adik ga perlu, mama pilih kasih.” Akhirnya ada hal-hal yang saya teladani dari Ibu tentang bersikap adil versi beliau.

Adik Masuk Keranjang Sampah
Kecemburuan kakaksaat itu jika dikenang membuat saya tertawa.  Ketika saya masih bayi, Ibu punya cerita lucunya. Beliau bercerita kakak cemburu pada saya. Kakak berkata tidak suka ada adik kecil. Karena menurutnya ibu jadi capek dan tidak lagi mau bermain dengannya, kakak saya merasa terpinggirkan. Ibu bercerita di saat seperti itu ibu berusaha memberikan waktu, dan mengatakan keadaan yang sebenarnya, bahwa ada adik kecil yang harus disayangi, ada adik kecil yang butuh perhatian lebih karena belum bisa makan, minum sendiri.
Suatu saat kakak berkata, “ Ma, adik dibuang aja ke keranjang sampah, ya Ma?”  Polos dan spontan. Terucap semata-mata karena cemburu melihat ibu yang jadi repot mengurus saya yang masih bayi. Ketika saya SD  ibu menceritakan cerita ini dengan candaan, dengan pesan bahwa itu semua karena kecemburuan wajar seorang kakak pada adik barunya. Sedikitpun saya tidak pernah mendendam atau marah pada kakak saya saat itu. Apalagi ibu menceritakan kejadian lain yang membuat saya menyayangi kakak saya.
Ibu terus bercerita sambil menasihati, pentingnya tetap rukun dan wajar adanya anak kecil merajuk seperti yang kakak saya lakukan. Begini cerita ibu, tidak lama setelah insiden keranjang sampah, ada cerita lucu yang membuat saya trenyuh. Nenek sedang membuat nasi goeng agak pedas, tambahannya tempe goreng. Kakak saya mengudap tempe gorengnya. Tanpa diketahui Ibu, kakak menyuapi saya yang masih bayi secuil tempe goreng. Niatnya berbagi, karena ia tau harus sayang pada saudara. Ibu melihat wajah saya merah padam sambil mulut kunyah kunyah tak jelas arah. Ibu merogoh mulut saya dan menemukan tempe. “Adik maem tempe ma.” Kata kakak saya. Alih-alih marah ibu menjelaskan bahwa saya terlalu kecil untuk makan tempe goreng. Ibu tahu kakak sudah tidak cemburu pada saya tetapi kakak ingin menunjukkan ia cinta adiknya dengan berbagi tempe gorengnya. Kakak ternyata sudah tahu arti berbagi dan tidak lagi cemburu pada kehadian saya. Ia memahami perannya sebagai kakak dan ia berhasil mengindahkan pesan ibu saya, untuk sayang pada saudara dan ibu tidak pilih kasih.

Pita Rambut
Saya dan kakak menyukai hal yang sama kala itu.  Rok mekar, pita rambut warna warni, sepatu mengkilat berpita, sandal bergambar putri duyung, tas sekolah begambar karakter kartun, dan banyak barang lainnya. Ternyata ada tantangan lagi berkaitan dengan urusan membelikan barang. Seingat saya ibu selalu membelikan pakaian yang sama. Kalaupun modelnya berbeda tetapi pola kainnya sama. Yang saya ingat saya punya celana ¾ panjang warna kuning polkadot putih. Kakak saya motif yang sama tetapi bentuk celananya menyerupai rok. Kemeja atasannya sama hanya beda pita. Kakak warna ungu dan saya merah.
Ibu berusaha membelikan yang serupa agar kami tidak saling iri, tetapi juga tdak dibelikan yang persis sama karena nanti masing-masing punya selera yang bebeda pula. Baju mengaji pun dijahitkan sama. Kain yang sama, model yang sama hanya aksen sedikit bebeda. Semuanya sama, agar tidak saling iri. Ini adalah cara ibu untuk membuat kami berdua merasa senasib sepenanggungan. Semuanya serupa, tidak ada yang lebih istimewa dari lainnya.
Tapi tak selamanya barang yang tersedia di pasaran ada yang sama atau serupa. Saya ingat betul tentang jepit rambut berpita warna ungu dan kuning dengan bulu ayam warna warni yang dibelikan Ibu untuk saya dan kakak.  Ibu membelikan benda yang sama dengan 2 warna berbeda. Mungkin tidak hanya ada 1 buah tiap warna di tokonya, atau Ibu tidak ingin pita kami tertukar, bagaimana caranya agar kami tidak saling iri dan berebut? Ibu saya menyiasatinya dengan membungkusnya satu-satu dengan kertas koran.
Kami dipanggil dan dikumpulkan. Ibu berkata sambil membuka telapak tangan dengan masing-masing satu bungkusan pita di dalamnya.
” Mama membelikan 2 hiasan rambut. Nanti pilih ya mau yang mana. Kalau sudah dapat pilihannya tidak boleh ditukar dan tidak boleh iri. Janji?”
“Ya Ma!!” seru kami gembira.  Seingat saya memilih di saat itu adalah hal yang mendebarkan. Saya penasaran isi di dalamnya. Saya lebih penasaran jepit apa yang akan didapat kakak saya. Apakah jepitnya lebih bagus daripada punya saya.
Ibu mengeluarkan keduanya dan bertanya pada kakak saya dulu. Ia memilih dan kemudian saya mendapat yang satunya. Setelah Ibu mengingatkan kami tidak boleh protes setelah membuka bungkusan itu nantinya, kami buka. Kakak senang ia mendapat warna ungu. Saya kurang puas karena mendapat warna kuning. Saya jauh lebih suka punya kakak. Tapi, saya tidak bisa protes dan sadar saya pyang memilih sendiri. Cara ibu yang satu ini sukses menghindakan keributan dan iri dengki antara saya dan kakak saya.

Prioritas
Suatu hari kakak saya yang aktif ikut segala kegiatan luar sekolah mengikuti kegiatan karnaval sepeda hias. Pihak sekolah  mensyaratkan tema pantai, ibu membelikan celana kain motif Hawaii. Kakak saya membutuhkan segera. Pioritas pertama adalah kakak saya. Ibu hanya membeli satu celana kain Hawaii untuk kakak saya dan saya tidak dibelikan. Tetapi beberapa hari sesudah acara karnaval saya dibelikan. Mungkin masih ada rejeki  dan ibu ingin semua putrinya mempunyai dan menikmati hal yang sama.
Hal lain juga belaku ketika kakak saya sandalnya putus. Ibu membelikan kakak saya sepatu sandal berpita hitam ungu. Saya ingat betul sepatu sandal ini belum banyak yang punya di antara teman-teman saya. Kakak saya dibelikan dan entah beapa hari kemudian saya juga dibelikan sepatu sandal yang sama. Kakak saya sempat ngambek karena merasa saya tidak membutuhkan tetapi saya btetap dibelikan. Ibu menjelaskan bahwa selagi ada rejeki dan bisa membelikan keduanya kenapa tidak. Waktu itu saya diam saja, hanya senang mendapat sepatu sandal yang sama seperti punya kakak saya. Padahal saya memang ingin memiliki apa yang kakak saya punya tapi saya terlalu takut untuk minta pada Ibu.
Luar biasanya ibu yang bisa memahami keinginan saya, walaupun saya tidak mengucapkannya. Ibu berusaha belaku adil, memberikan yang sama bagi kami berdua walaupun dalam waktu yang berbeda, semata karena Ibu melihat prioritasnya. Masing-masing anak punya kebutuhannya sendiri, mana yang lebih urgent. Dengan tidak meninggalkan prinsip berbuat adil, ibu mengusahakan yang paling membutuhkan.

Berbuat Adil Itu Wajib
Ketika saya menuliskan pengalaman sikap adil Ibu, saya baru benar-benar meresapi semua hal yang ibu lakukan pada kami dulu. Saya baru mengetahui betapa sikap adil itu adalah hal yang wajib dilakukan oleh semua orang, tanpa tawar menawar terutama umat muslim termasuk keadilan orang tua pada anak-anak mereka. Dalam ajaran Islam berikut firman Allah.
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90)

Anak adalah bekah Allah yang haus dijaga dan diperlakukan dengan adil. Oang tua yang tidak berbuat adil itu zalim, perbuatan ini bisa membuat anak durhaka pada oang tua dan bisa memicu api permusuhan antara saudara, muncul fitnah, pertikaian, dan putus hubungan, saling membenci dan marah. (www.khotbahjumat.com, 2012)
MasyaAllah, tenyata berbuat adil terutama pada anak-anak adalah tanggung jawab besar orang tua, yang akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat.  Tanggung jawab orang tua, khususnya seorang ibu untuk mewujudkan kasih sayang terhadap semua buah hatinya bukan main-main.  Dalam hal ini, keadaannya seperti apapun ibu saya beusaha mewujudkannya dengan cara beliau sendiri. Betapa sulit bagi beliau membuat kami berdua tercukupi dan tidak terdzolimi karena merasa dipelakukan tidak adil.
Saya pikir adil hanyalah memberikan yang sama porsi, sama besarnya, sama jenisnya, saya salah. Ada kemampuan Ibu untuk mengenali kebutuhan anak-anaknya dan kemudian memperlakukannya sesuai kebutuhannya. Memberikan sesuai porsinya. Mencukupi semampu-nya. Memberikan pemahaman pentingnya merasa cukup, sama, idak iri dan dengkinkarena semuanadalah permatabhati Ibu.
Ibu saya selalu berpesan “Saudaramu cuma satu. Harus rukun. Siapa lagi yang bisa menyayangi kalau bukan saudara sendiri.” Pesan sederhana ini tetap terngiang terus walaupun Ibu sudah tiada hampir 10 tahun lamanya. Saya menyadari sungguh arti pesan ibu dan juga manfaat dari kasih sayang ibu.
Semenjak kepergian beliau saya dan kakak yang terpisah tempat tinggal dan sudah lama tidak hidup serumah kembali bersatu. Banyak sudah hal yang kami lewatkan bersama dan kami tumbuh dengan kebiasaan dan cara piker yang berbeda. Terlalu banyak ketidaksamaan yang kami miliki untuk disebutkan. Adu argument sering terjadi, tetapi saya pribadi sering menahan diri karena saya teringat pesan ibu.  Saya dan kakak tetap hidup rukun, saling menyayangi, dan yang terpenting kami saling mendukung dan berusaha memahami perasaan dan pilihan yang diambil satu sama lain.
                Berbuat adil pada anak akan membawa kebahagiaan. Itu yang saya rasakan. Saya sungguh menyadari besarnya cinta kasih ibu dan hebatnya usaha ibu dalam berbuat adil bagi saya dan kakak. Ibu telah mengajarkan pelajaran berharga yang akan saya kenang sepanjang umur saya.
Terima kasih Ibu.



Referensi:
www.khotbahjumat.com. (2012, Maret 13). Retrieved Desember 1, 2017, from https://khotbahjumat.com/887-khutbah-jumat-adil-perlakukan-anak.html

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 

No comments:

Post a Comment

Sang Kala

Sumber gambar: https://www.huffingtonpost.com/2013/12/31/time-art_n_4519734.html “Ceritakan padaku apa yang perlu kudengar.” “...